PEMBERDAYAAN
KOPERASI USAHA KECIL DAN MENENGAH
DALAM MEMANFAATKAN HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL
Idham Bustamam.
Abstrak
Empowerment of
Cooperatives and SMEs in this study, was nothing but wanting to know in the
field clearly, how did cooperatives and SMEs Utilize Intellectual Property
Rights, and how far did the government give promotion to the institute
concerned, so that information received by the cooperatives and SMEs from the
same enterprises. Low interest to utilize Intellectual Property Rights makes also
low interest to register their enterprise and unwilling to pay the cost outside
the business. Responden are eager to wait for promotional information on
Intellectual Property Rights from the Government or other agencies concerned.
Kata
kunci : “Perlu Penyuluhan”
REVIEW 1 : I.
PENDAHULUAN
1. Latar
Belakang
Dalam era globalisasi sekarang ini,
untuk dunia perdagangan internasional batas negara boleh dikatakan hamper tidak
ada lagi, karena setiap negara telah menyepakati kesepakatan internasional di
bidang perdagangan seperti WTO, APTA, APEC dan lain sebagainya harus tunduk
kepada kesepakatan tersebut. Dengan demikian setiap negara tidak dapat lagi
melindungi perekonomiannya dengan kebijakan tarif maupun fiskal melebihi
kesepakatan yang telah diterapkan. Termasuk diantaranya pemberian perhatian
khusus terhadap perlindungan pada hak kekayaan Intelektual (HaKI) yang
diwujudkan dalam bentuk perjanjian (Agreement Establishing The Word Trade
Organization) yaitu salah satu persetujuan di bawah WTO berupa perjanjian atau
persetujuan mengenai aspek-aspek dagang yang terkait dengan hak kekayaan
intelektual, termasuk perdagangan palsu (Agreement on the Trade Related Aspect
of Intellectual Property Rights atau persetujuan TRIP’s, Including Trade in
Counferfeit Goods). Indonesia telah mengikrarkan ikut dalam organisasi
perdagangan dunia atau World Trade Organization (WTO) dengan mengesahkan
keikutsertaannya dalam Undang-Undang No.7 Tahun 1997.
Dalam era tersebut persaingan yang
terjadi adalah persaingan antar produsen ataupun perusahaan dan bukan lagi
antar negara. Siapa yang dapat bekerja lebih professional dan efisien itulah
yang keluar sebagai pemenang dan dapat eksis di pasar.
Koperasi, usaha kecil dan menengah
yang telah terdaftar dan mendapatkan Hak Kekayaan Intelektual antara lain : CV.
Hadle (garmen) di Cempaka Putih dengan merek “Supramanik”, Atikah (garmen) di
Jawa dengan merek “Dewi Bordir”, PT. Lembaga Kencana (susu sapi) di Bandung
dengan merek “Lambang Kencana”, dan Endjang Dudrajat (peti antik) di Jawa Barat
dengan merek “Pramanik”.
Undang-Undang No. 9 Tahun 1995
tentang Usaha Kecil lebih memberikan leluasa gerak dari usaha kecil. Pada pasal
12/1995 Pemerintah menumbuhkan iklim usaha dalam aspek perizinan usaha sebagaimana
dimaksud pasal 6 ayat (1) huruf f dengan menetapkan Peraturan
Perundang-Undangan dan Kebijakan untuk:
1).
Menyederhanakan tata cara dan jenis perizinan dengan mengupayakan terwujudnya
sistem pelayanan satu atap;
2). Memberikan
kemudahan persyaratan untuk memperoleh perizinan.
Di bidang Perkoperasian Undang-undang
Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian, pasal 61 menyebutkan antara lain:
“Dalam upaya menciptakan dan mengembangkan iklim kondusif yang mendorong
pertumbuhan dan pemasyarakatan Koperasi, Pemerintah :
1). Memberikan
kesempatan usaha yang seluas-luasnya kepada Koperasi;
2).
Meningkatkan dan memantapkan kemampuan Koperasi agar menjadi Koperasi yang
sehat, tangguh dan mandiri;
3).
Mengupayakan tata hubungan usaha yang saling menguntungkan antara Koperasi
dengan badan usaha lainnya;
4).
Memberdayakan Koperasi dalam masyarakat.
Berbagai kebijakan tersebut diatas
mengindikasikan pemerintah sangat peduli akan tumbuh dan berkembangnya Koperasi
dan Usaha Kecil dengan melindungi dan memberikan iklim, baik untuk Koperasi dan
Usaha Kecil. Undang-Undang yang memuat ketentuan-ketentuan tentang merek
pertama kali dikenal dengan di undangkannya Undang-Undang No. 21 Tahun 1961
tentang “Merek Perusahaan dan Perniagaan”. Undang-Undang ini dikenal dengan
sebutan undangundang merek dan merupakan perubahan tentang ketentuan yang
mengatur tentang merek sejak zaman kolonial dahulu yang disebut “Reglement
Industrial Eigendom Kolonial”. Undang-Undang No. 21 Tahun 1961 menganut sistem
“Deklaratif” dengan pengertian bahwa perlindungan hukum terhadap hak atas merek
yang diberikan kepada pemakai merek pertama. Di dalam pelaksanaan Undang-Undang
tersebut dirasakan masih kurang tepat karena belum menggambarkan/mengikat kepastian
hukum, oleh karena itu pemerintah mengeluarkan Undang-Undang baru No. 19 Tahun
1992 tentang merek. Ada perbedaan yang sangat menyolok pada Undang-Undang No.19
Tahun 1992 menganut sistem “Konstitutif” yang lebih menjamin kepastian hukum
karena perlindungan hukum hak atas merek diberikan kepada pendaftar pertama.
Tahun 1997 oleh Pemerintah dikeluarkan
Undang-Undang No. 14 Tahun 1997 sebagai penyesuaian Undang-Undang No. 19 tahun
1992, yang mengatur tentang merek dagang dan jasa, kemudian diatur lagi
Undang-Undang merek yang khusus pada UU Merek No. 15 Tahun 2001.
Perkembangan perdagangan dunia
internasional yang semakin cepat, menuntut kesepakatan dan komitmen terhadap
pengurangan segala hambatan-hambatan perdagangan dunia internasional di
berbagai aspek tetapi menjunjung tinggi azas legalitas yang telah disepakati
bersama.
2. Rumusan Masalah
Kalau dilihat dari judul penelitian,
maka dapatlah diidentifikasi permasalahan sebagai berikut :
1). Sejauhmana
sebenarnya minat dari Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah untuk memanfaatkan Hak
Kekayaan Intelektual (HaKI).
2). Sejauhmana
pemberian penyuluhan-penyuluhan HaKI oleh lembagalembaga pemerintah yang
terkait.
3). Sejauhmana
hambatan-hambatan yang dihadapi Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah selaku
pemanfaat HaKI.
3. Tujuan dan Manfaat
1). Tujuan
Tujuan dari penelitian ini dapat
disampaikan antara lain :
-Seberapa minat untuk memanfaatkan Hak
Kekayaan Intelektual (HaKI) bagi Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah.
-Faktor-faktor penyebab kurang minatnya
untuk memanfaatkan Hak kekayaan Intelektual (HaKI) bagi koperasi, Usaha Kecil
dan Menengah.
2). Manfaat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat
bermanfaat bagi lembaga, dinas terkait, serta KUKM sebagai bahan penyusunan
rencana kebijakan yang akan datang.
4. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian meliputi :
1). Gambaran produk-produk yang dihasilkan
KUKM
2). Langkah-langkah operasional yang telah
dilakukan instansi, dinas yang menangani HaKI
3). Faktor-faktor penghambat dalam
mendapatkan HaKI oleh Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah.
II. KERANGKA PEMIKIRAN
Arti penting
HaKI adalah :
1. “Sebagai
suatu sistem, HaKI sebagai sarana pemberian hak kepada pihak-pihak yang
memenuhi persyaratan dan memberikan perlindungan bagi para pemegang hak
dimaksud; dan
2. HaKI adalah
alat pendukung pertumbuhan ekonomi sebab dengan adanya perlindungan terhadap
HaKI akan terbangkitkan motivasimanusia untuk menghasilkan karya intelektual”.
(UU Hak Cipta, Paten & Merek, 2001).
1. Merek
Di dalam Undang-undang Republik Indonesia
tentang PATEN dan MEREK Tahun 2001, khusus untuk merek diatur oleh Undangundang
Merek Nomor 15 Tahun 2001.
Yang dimaksud “Merek” adalah tanda yang
berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau
kombinasi dari unsur-unsur tersebut memiliki daya pembeda dan digunakan dalam
kegiatan perdagangan barang atau jasa”.
Merek merupakan karya intelektual yang
menyentuh kebutuhan manusia sehari-hari dalam melengkapi hidupnya misal saja
untuk makanan, minuman dan keperluan sekunder seperti TV, radio, kulkas, AC dan
alat rumah tangga lainnya. Selain sebagai tanda yang mudah dikenal pelaku
konsumen juga dapat memberikan jaminan bagi kualitas barang jasa apabila para
konsumen sudah terbiasa menggunakan merek tertentu untuk kebutuhannya.
Perlindungan hukum bagi pemilik merek tidak
hanya dapat dipandang dari aspek hukum saja, tetapi perlu dipandang dari aspek
ekonomi dan sosial yang terdapat dalam masyarakat. Dalam Undangundang Merek
Nomor 15 Tahun 2001 pasal 90 berbunyi; “Barang siapa dengan sengaja dan tanpa
hak menggunakan merek yang sama atau keseluruhannya dengan Merek terdaftar
milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis yang diproduksi dan atau diperdagangkan,
dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan atau denda paling
banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah)”.
2. Sosialisasi Mendapatkan HaKI
Untuk meningkatkan kesadaran tentang HaKI
sangat perlu dilakukan sosialisasi pada masyarakat. Penilaian komersial patut
dihargai bagi seseorang yang telah maju dalam berbisnis. Nilai komersial bisa
hilang apabila usaha tersebut tidak diikat erat-erat dengan ketentuan
perundang-undangan. Di Indonesia kelihatannya HaKI kurang diminati oleh pelaku
bisnis, karena kurangnya penyuluhan, kurangnya pembinaan pemerintah bagi usaha
yang telah mulai baik jalannya. Hal tersebut disebabkan kultur masyarakat yang
beranggapan memperbanyak karya intelektual dengan mempromosikan karya tersebut
tidak perlu otorisasi, ada yang beranggapan tanpa HaKI barang/produk juga
terjual, dan biaya administrasi tinggi berarti menambah beban usaha saja.
Persepsi yang keliru di kalangan masyarakat khususnya pengusaha tersebut perlu
segera diluruskan dan diperbaiki dengan memberikan pengertian-pengertian yang
jelas tentang HaKI.
Tujuan sosialisasi dibidang HaKI adalah untuk
meningkatkan kesadaran hukum masyarakat mengenai sistem HaKI nasional maupun
internasional termasuk dalam hal merek.
3. Sengketa Merek Bagi Pelaku Bisnis
Sengketa merek sering terjadi bagi
pengusaha yang usahanya sudah maju dan berkembang dengan baik dengan merek
dagang dikenal oleh seluruh lapisan masyarakat, dimana merek dagangnya telah
dipalsukan oleh pengusaha lainnya.
Sengketa penggunaan merek tanpa hak
dapat digugat dengan delik perdata maupun pidana, disamping pembatalan
pendaftaran merek tersebut. Tindak pidana dalam hal merek dapat dibagi 2, yaitu
Tindak Pidana Kejahatan dan Tindak Pidana Pelanggaran. Undang-Undang Nomor 15
Tahun 2001 tentang Merek menyebutkan : Pasal 92 ayat 1 : “Barangsiapa dengan
sengaja dan tanpa hak menggunakan tanda yang sama pada keseluruhan dengan
indikasi geografis milik pihak lain untuk barang yang sama atau sejenis dengan barang
yang terdaftar, dipidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda
paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
III. METODE PENELITIAN
1. Lokasi
Penelitian
Lokasi penelitian terpilih sampel ada
4 (empat) propinsi yaitu Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Kalimantan
Timur dan Lampung. Terpilihnya empat propinsi tersebut berdasarkan
pertimbangan-pertimbangan bahwa informasi dan data diperoleh dapat mewakili
Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah yang tersebar sampai pelosok Indonesia.
Demikian pula jenis usaha yang akan dilihat beragam usaha industri rumah
tangga, merupakan mata pencaharian tetap bagi pebisnis kecil, dengan
administrasi sangat sederhana, tenaga kerja setempat (lokal), jam kerja pun
belum tentu memenuhi standar yang ditetapkan pemerintah. Disamping itu
pertimbangan lain adalah dana dan tenaga yang tersedia.
Karakteristik produk dari keempat
propinsi sampel antara lain, Propinsi Kalimantan Selatan terkenal dengan
produksi mandau (golok), tikar lampit rotan, kipas rotan, keranjang rotan, tas
dari manik. Kalimantan Tengah terkenal pula dengan hasilnya seperti
anyamanyaman tikar dari rotan yang disebut tikar lampit dan kursi rotan.
Kalimantan Timur cukup terkenal dengan sarung Samarinda, tas dan sarung pensil
manik, bengkel bubut pembuatan kipas kapal. Propinsi Lampung kerajinan rumah
tangga terkenal dengan pembuatan kopi, keripik singkong, keripik pisang dan
makanan-makanan kecil lainnya.
Dengan memadukan beberapa propinsi yang
mempunyai penghasilan beragam, tentunya akan muncul pendapat responden tentang
minat memanfaatkan Hak Kekayaan Intelektual.
2. Populasi Penelitian
Dari empat propinsi yang diteliti maka
data-data diambil sebagai berikut : setiap propinsi 3 kabupaten/kota berarti daerah
survey 12 kabupaten/kota. setiap kabupaten/kota diambil datanya 5 koperasi dan
5 usaha kecil dan menengah. Koperasi yang disurvei berjumlah 60 koperasi, dan
60 usaha kecil dan menengah. Jumlah data terkumpul yang diperoleh 120 koperasi,
Usaha Kecil dan Menengah. Data-data yang telah terkumpul dianalisis untuk
mengetahui minat dari pada pembisnis dalam memanfaatkan Hak Kekayaan
Intelektual (HaKI).
3. Penarikan Sampel
Penelitian ini mempergunakan teknik
antara lain :
a. Field Work
Research
Penelitian langsung ke lapangan tempat
obyeknya (observasi). Dengan cara interview-interview sekaligus mengisi daftar
pertanyaan yang telah disiapkan. Interview untuk Koperasi dapat ditujukan pada
pengurus koperasi dan manajer koperasi. Bagi usaha kecil dan menengah interview
langsung ditujukan pada pemilik usaha.
Pada umumnya dua orang atau lebih hadir
secara fisik dalam proses tanya jawab ini, dan masing-masing pihak dapat
menggunakan saluran-saluran komunikasi secara wajar dan lancar.
b. Library
Research
Pengamatan deskriptif diperlukan untuk
mendapatkan informasi tentang berbagai permasalahan yang berhubungan dengan
materi penelitian. Teknik tersebut sangat banyak manfaatnya, memberikan
keterpaduan antara teori dengan praktek lapangan.
Nama/NPM : Dyah Ayu Lestari/22211290
Kelas : 2EB09
PEMBERDAYAAN
KOPERASI USAHA KECIL DAN MENENGAH
DALAM MEMANFAATKAN HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL
Idham Bustamam.
Abstrak
Empowerment of
Cooperatives and SMEs in this study, was nothing but wanting to know in the
field clearly, how did cooperatives and SMEs Utilize Intellectual Property
Rights, and how far did the government give promotion to the institute
concerned, so that information received by the cooperatives and SMEs from the
same enterprises. Low interest to utilize Intellectual Property Rights makes also
low interest to register their enterprise and unwilling to pay the cost outside
the business. Responden are eager to wait for promotional information on
Intellectual Property Rights from the Government or other agencies concerned.
Kata
kunci : “Perlu Penyuluhan”
REVIEW 1 : I.
PENDAHULUAN
1. Latar
Belakang
Dalam era globalisasi sekarang ini,
untuk dunia perdagangan internasional batas negara boleh dikatakan hamper tidak
ada lagi, karena setiap negara telah menyepakati kesepakatan internasional di
bidang perdagangan seperti WTO, APTA, APEC dan lain sebagainya harus tunduk
kepada kesepakatan tersebut. Dengan demikian setiap negara tidak dapat lagi
melindungi perekonomiannya dengan kebijakan tarif maupun fiskal melebihi
kesepakatan yang telah diterapkan. Termasuk diantaranya pemberian perhatian
khusus terhadap perlindungan pada hak kekayaan Intelektual (HaKI) yang
diwujudkan dalam bentuk perjanjian (Agreement Establishing The Word Trade
Organization) yaitu salah satu persetujuan di bawah WTO berupa perjanjian atau
persetujuan mengenai aspek-aspek dagang yang terkait dengan hak kekayaan
intelektual, termasuk perdagangan palsu (Agreement on the Trade Related Aspect
of Intellectual Property Rights atau persetujuan TRIP’s, Including Trade in
Counferfeit Goods). Indonesia telah mengikrarkan ikut dalam organisasi
perdagangan dunia atau World Trade Organization (WTO) dengan mengesahkan
keikutsertaannya dalam Undang-Undang No.7 Tahun 1997.
Dalam era tersebut persaingan yang
terjadi adalah persaingan antar produsen ataupun perusahaan dan bukan lagi
antar negara. Siapa yang dapat bekerja lebih professional dan efisien itulah
yang keluar sebagai pemenang dan dapat eksis di pasar.
Koperasi, usaha kecil dan menengah
yang telah terdaftar dan mendapatkan Hak Kekayaan Intelektual antara lain : CV.
Hadle (garmen) di Cempaka Putih dengan merek “Supramanik”, Atikah (garmen) di
Jawa dengan merek “Dewi Bordir”, PT. Lembaga Kencana (susu sapi) di Bandung
dengan merek “Lambang Kencana”, dan Endjang Dudrajat (peti antik) di Jawa Barat
dengan merek “Pramanik”.
Undang-Undang No. 9 Tahun 1995
tentang Usaha Kecil lebih memberikan leluasa gerak dari usaha kecil. Pada pasal
12/1995 Pemerintah menumbuhkan iklim usaha dalam aspek perizinan usaha sebagaimana
dimaksud pasal 6 ayat (1) huruf f dengan menetapkan Peraturan
Perundang-Undangan dan Kebijakan untuk:
1).
Menyederhanakan tata cara dan jenis perizinan dengan mengupayakan terwujudnya
sistem pelayanan satu atap;
2). Memberikan
kemudahan persyaratan untuk memperoleh perizinan.
Di bidang Perkoperasian Undang-undang
Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian, pasal 61 menyebutkan antara lain:
“Dalam upaya menciptakan dan mengembangkan iklim kondusif yang mendorong
pertumbuhan dan pemasyarakatan Koperasi, Pemerintah :
1). Memberikan
kesempatan usaha yang seluas-luasnya kepada Koperasi;
2).
Meningkatkan dan memantapkan kemampuan Koperasi agar menjadi Koperasi yang
sehat, tangguh dan mandiri;
3).
Mengupayakan tata hubungan usaha yang saling menguntungkan antara Koperasi
dengan badan usaha lainnya;
4).
Memberdayakan Koperasi dalam masyarakat.
Berbagai kebijakan tersebut diatas
mengindikasikan pemerintah sangat peduli akan tumbuh dan berkembangnya Koperasi
dan Usaha Kecil dengan melindungi dan memberikan iklim, baik untuk Koperasi dan
Usaha Kecil. Undang-Undang yang memuat ketentuan-ketentuan tentang merek
pertama kali dikenal dengan di undangkannya Undang-Undang No. 21 Tahun 1961
tentang “Merek Perusahaan dan Perniagaan”. Undang-Undang ini dikenal dengan
sebutan undangundang merek dan merupakan perubahan tentang ketentuan yang
mengatur tentang merek sejak zaman kolonial dahulu yang disebut “Reglement
Industrial Eigendom Kolonial”. Undang-Undang No. 21 Tahun 1961 menganut sistem
“Deklaratif” dengan pengertian bahwa perlindungan hukum terhadap hak atas merek
yang diberikan kepada pemakai merek pertama. Di dalam pelaksanaan Undang-Undang
tersebut dirasakan masih kurang tepat karena belum menggambarkan/mengikat kepastian
hukum, oleh karena itu pemerintah mengeluarkan Undang-Undang baru No. 19 Tahun
1992 tentang merek. Ada perbedaan yang sangat menyolok pada Undang-Undang No.19
Tahun 1992 menganut sistem “Konstitutif” yang lebih menjamin kepastian hukum
karena perlindungan hukum hak atas merek diberikan kepada pendaftar pertama.
Tahun 1997 oleh Pemerintah dikeluarkan
Undang-Undang No. 14 Tahun 1997 sebagai penyesuaian Undang-Undang No. 19 tahun
1992, yang mengatur tentang merek dagang dan jasa, kemudian diatur lagi
Undang-Undang merek yang khusus pada UU Merek No. 15 Tahun 2001.
Perkembangan perdagangan dunia
internasional yang semakin cepat, menuntut kesepakatan dan komitmen terhadap
pengurangan segala hambatan-hambatan perdagangan dunia internasional di
berbagai aspek tetapi menjunjung tinggi azas legalitas yang telah disepakati
bersama.
2. Rumusan Masalah
Kalau dilihat dari judul penelitian,
maka dapatlah diidentifikasi permasalahan sebagai berikut :
1). Sejauhmana
sebenarnya minat dari Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah untuk memanfaatkan Hak
Kekayaan Intelektual (HaKI).
2). Sejauhmana
pemberian penyuluhan-penyuluhan HaKI oleh lembagalembaga pemerintah yang
terkait.
3). Sejauhmana
hambatan-hambatan yang dihadapi Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah selaku
pemanfaat HaKI.
3. Tujuan dan Manfaat
1). Tujuan
Tujuan dari penelitian ini dapat
disampaikan antara lain :
-Seberapa minat untuk memanfaatkan Hak
Kekayaan Intelektual (HaKI) bagi Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah.
-Faktor-faktor penyebab kurang minatnya
untuk memanfaatkan Hak kekayaan Intelektual (HaKI) bagi koperasi, Usaha Kecil
dan Menengah.
2). Manfaat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat
bermanfaat bagi lembaga, dinas terkait, serta KUKM sebagai bahan penyusunan
rencana kebijakan yang akan datang.
4. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian meliputi :
1). Gambaran produk-produk yang dihasilkan
KUKM
2). Langkah-langkah operasional yang telah
dilakukan instansi, dinas yang menangani HaKI
3). Faktor-faktor penghambat dalam
mendapatkan HaKI oleh Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah.
II. KERANGKA PEMIKIRAN
Arti penting
HaKI adalah :
1. “Sebagai
suatu sistem, HaKI sebagai sarana pemberian hak kepada pihak-pihak yang
memenuhi persyaratan dan memberikan perlindungan bagi para pemegang hak
dimaksud; dan
2. HaKI adalah
alat pendukung pertumbuhan ekonomi sebab dengan adanya perlindungan terhadap
HaKI akan terbangkitkan motivasimanusia untuk menghasilkan karya intelektual”.
(UU Hak Cipta, Paten & Merek, 2001).
1. Merek
Di dalam Undang-undang Republik Indonesia
tentang PATEN dan MEREK Tahun 2001, khusus untuk merek diatur oleh Undangundang
Merek Nomor 15 Tahun 2001.
Yang dimaksud “Merek” adalah tanda yang
berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau
kombinasi dari unsur-unsur tersebut memiliki daya pembeda dan digunakan dalam
kegiatan perdagangan barang atau jasa”.
Merek merupakan karya intelektual yang
menyentuh kebutuhan manusia sehari-hari dalam melengkapi hidupnya misal saja
untuk makanan, minuman dan keperluan sekunder seperti TV, radio, kulkas, AC dan
alat rumah tangga lainnya. Selain sebagai tanda yang mudah dikenal pelaku
konsumen juga dapat memberikan jaminan bagi kualitas barang jasa apabila para
konsumen sudah terbiasa menggunakan merek tertentu untuk kebutuhannya.
Perlindungan hukum bagi pemilik merek tidak
hanya dapat dipandang dari aspek hukum saja, tetapi perlu dipandang dari aspek
ekonomi dan sosial yang terdapat dalam masyarakat. Dalam Undangundang Merek
Nomor 15 Tahun 2001 pasal 90 berbunyi; “Barang siapa dengan sengaja dan tanpa
hak menggunakan merek yang sama atau keseluruhannya dengan Merek terdaftar
milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis yang diproduksi dan atau diperdagangkan,
dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan atau denda paling
banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah)”.
2. Sosialisasi Mendapatkan HaKI
Untuk meningkatkan kesadaran tentang HaKI
sangat perlu dilakukan sosialisasi pada masyarakat. Penilaian komersial patut
dihargai bagi seseorang yang telah maju dalam berbisnis. Nilai komersial bisa
hilang apabila usaha tersebut tidak diikat erat-erat dengan ketentuan
perundang-undangan. Di Indonesia kelihatannya HaKI kurang diminati oleh pelaku
bisnis, karena kurangnya penyuluhan, kurangnya pembinaan pemerintah bagi usaha
yang telah mulai baik jalannya. Hal tersebut disebabkan kultur masyarakat yang
beranggapan memperbanyak karya intelektual dengan mempromosikan karya tersebut
tidak perlu otorisasi, ada yang beranggapan tanpa HaKI barang/produk juga
terjual, dan biaya administrasi tinggi berarti menambah beban usaha saja.
Persepsi yang keliru di kalangan masyarakat khususnya pengusaha tersebut perlu
segera diluruskan dan diperbaiki dengan memberikan pengertian-pengertian yang
jelas tentang HaKI.
Tujuan sosialisasi dibidang HaKI adalah untuk
meningkatkan kesadaran hukum masyarakat mengenai sistem HaKI nasional maupun
internasional termasuk dalam hal merek.
3. Sengketa Merek Bagi Pelaku Bisnis
Sengketa merek sering terjadi bagi
pengusaha yang usahanya sudah maju dan berkembang dengan baik dengan merek
dagang dikenal oleh seluruh lapisan masyarakat, dimana merek dagangnya telah
dipalsukan oleh pengusaha lainnya.
Sengketa penggunaan merek tanpa hak
dapat digugat dengan delik perdata maupun pidana, disamping pembatalan
pendaftaran merek tersebut. Tindak pidana dalam hal merek dapat dibagi 2, yaitu
Tindak Pidana Kejahatan dan Tindak Pidana Pelanggaran. Undang-Undang Nomor 15
Tahun 2001 tentang Merek menyebutkan : Pasal 92 ayat 1 : “Barangsiapa dengan
sengaja dan tanpa hak menggunakan tanda yang sama pada keseluruhan dengan
indikasi geografis milik pihak lain untuk barang yang sama atau sejenis dengan barang
yang terdaftar, dipidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda
paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
III. METODE PENELITIAN
1. Lokasi
Penelitian
Lokasi penelitian terpilih sampel ada
4 (empat) propinsi yaitu Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Kalimantan
Timur dan Lampung. Terpilihnya empat propinsi tersebut berdasarkan
pertimbangan-pertimbangan bahwa informasi dan data diperoleh dapat mewakili
Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah yang tersebar sampai pelosok Indonesia.
Demikian pula jenis usaha yang akan dilihat beragam usaha industri rumah
tangga, merupakan mata pencaharian tetap bagi pebisnis kecil, dengan
administrasi sangat sederhana, tenaga kerja setempat (lokal), jam kerja pun
belum tentu memenuhi standar yang ditetapkan pemerintah. Disamping itu
pertimbangan lain adalah dana dan tenaga yang tersedia.
Karakteristik produk dari keempat
propinsi sampel antara lain, Propinsi Kalimantan Selatan terkenal dengan
produksi mandau (golok), tikar lampit rotan, kipas rotan, keranjang rotan, tas
dari manik. Kalimantan Tengah terkenal pula dengan hasilnya seperti
anyamanyaman tikar dari rotan yang disebut tikar lampit dan kursi rotan.
Kalimantan Timur cukup terkenal dengan sarung Samarinda, tas dan sarung pensil
manik, bengkel bubut pembuatan kipas kapal. Propinsi Lampung kerajinan rumah
tangga terkenal dengan pembuatan kopi, keripik singkong, keripik pisang dan
makanan-makanan kecil lainnya.
Dengan memadukan beberapa propinsi yang
mempunyai penghasilan beragam, tentunya akan muncul pendapat responden tentang
minat memanfaatkan Hak Kekayaan Intelektual.
2. Populasi Penelitian
Dari empat propinsi yang diteliti maka
data-data diambil sebagai berikut : setiap propinsi 3 kabupaten/kota berarti daerah
survey 12 kabupaten/kota. setiap kabupaten/kota diambil datanya 5 koperasi dan
5 usaha kecil dan menengah. Koperasi yang disurvei berjumlah 60 koperasi, dan
60 usaha kecil dan menengah. Jumlah data terkumpul yang diperoleh 120 koperasi,
Usaha Kecil dan Menengah. Data-data yang telah terkumpul dianalisis untuk
mengetahui minat dari pada pembisnis dalam memanfaatkan Hak Kekayaan
Intelektual (HaKI).
3. Penarikan Sampel
Penelitian ini mempergunakan teknik
antara lain :
a. Field Work
Research
Penelitian langsung ke lapangan tempat
obyeknya (observasi). Dengan cara interview-interview sekaligus mengisi daftar
pertanyaan yang telah disiapkan. Interview untuk Koperasi dapat ditujukan pada
pengurus koperasi dan manajer koperasi. Bagi usaha kecil dan menengah interview
langsung ditujukan pada pemilik usaha.
Pada umumnya dua orang atau lebih hadir
secara fisik dalam proses tanya jawab ini, dan masing-masing pihak dapat
menggunakan saluran-saluran komunikasi secara wajar dan lancar.
b. Library
Research
Pengamatan deskriptif diperlukan untuk
mendapatkan informasi tentang berbagai permasalahan yang berhubungan dengan
materi penelitian. Teknik tersebut sangat banyak manfaatnya, memberikan
keterpaduan antara teori dengan praktek lapangan.
Nama/NPM : Dyah Ayu Lestari/22211290
Kelas : 2EB09
sumber : http://www.smecda.com/kajian/files/jurnal/_2_%20Jurnal_haki_idham.pdf