REVIEW 1 : KAJIAN IMPLEMENTASI PRINSIP-PRINSIP
PERLINDUNGAN HAKI DALAM PERATURAN PER-UU-AN HAKI DI INDONESIA
Hj. Rahayu Hartini, SH.,M.Si.’
ABSTRAK
Masalah yang ini dikaji lebih jauh dalam
penelitian ini adalah bagaimana implementasi prinsip-prinsip perlindungan Haki
Per-UU-an Haki dan apa saja bentuk-bentuk pelanggaran HaKi dan siapakah yang
dapat melakukan penuntutan? Sedangkan tujuan penelitian adalah untuk mengetahui
implementasi prinsip-prinsip perlindungan HaKi dalam per-uu-an HaKi dan
bentuk-bentuk pelanggaran Haki dan pihak-pihak yang dapat melakukan penuntutan.
Penelitian
ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan metode yuridis normatif berdasarkan
peraturan perundang-undangan di bidang HaKi. Sumber data/hukum adalah bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder.
Teknik pengambilan bahan hukum dengan penelusuran bahan hukum dan dokumentasi.
Hasil penelusuran bahan hukum baik studi pustaka maupun dokumentasi serta semua
informasi yang telah diperoleh akan diolah dalam bentuk
kategorisasi-kategorisasi tertentu kemudian di analisis sesuai dengan kebutuhan
dan lingkup permasalahan yang dikaji. Hasil analisis ini kemudian akan
dideskripsikan secara kualitatif dan dipaparkan sesuai dengan pokok
permasalahan yang diteliti.
Dari
hasil dan pembahasan yang telah dilakukan didapatkan kesimpulan sebagai
berikut:
1.
Bahwa prinsip-prinsip perlindungan Haki telah terimplementasikan dengan
baik pada UU HaKi: UU Hak cipta, Paten, Merek, Rahasia Dagang, Desain Industri,
Desain Tata Letak sirkuit Terpadu dan Varietas Tanaman Baru.
2.
Pada prinsipnya konsep perlindungan Haki di Indonesia adalah bahwa Haki
tidak boleh digunakan oleh orang lain tanpa ijin pemilik/atau pemegang hak yang
sah kecuali apabila ditentukan lain oleh Undang-Undang.
3.
Bahwa upaya Perlindungan Hukum ats HaKi dapat dilakukan dengan cara
pendaftaran HaKi, penentuan lamanya masa perlindungan serta adanya penindakan
maupun pemulihan apabila terjadi pelanggaran atas HaKi.
4.
Ada dilema yang dihadapi pemerintah dalam pelaksanaan HaKi secara ketat
yaitu adanya kekhawatiran akan ketergantungan yang semakin kuat terhadap negara
Barat yang memiliki kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat pesat.
Sementara Indonesia sebagai NSB masih membutuhkan akses yang bebas terhadap
ilmu pengetahuan dan teknologi untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, daya
saing dan ketidaktergantungan pada negara Barat.
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakangng
Masuknya Indonesia
sebagai anggota WTO (World Trade
Organization) pada tahun 1994, maka menjadi kewajiban Indonesia untuk
menyelaraskan seluruh Peraturan Perundang-undangan dibidang Hak Kekayaan Intelektualnya yang telah ada dengan
ketentuan yang diatur di dalam Agreement
on Trade Related Aspects of Intellectual Property Right (TRIPs).
Dalam rangka
penyelarasan ketentuan-ketentuan TRIPs dengan peraturan perundang-undangan
nasional yang telah ada, maka pemerintah bersama-sama dengan Dewan Perwakilan
Rakyat telah mengganti seluruh Peraturan Perundang-undangan yang baru di bidang
Hak Kekayaan Intelektual,antara lain:
1.
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten.
2.
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang merek(termasuk pengaturan
Indikasi Geografis/Gegrapchial
Indications).
3.
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta.
Penegakan hukum Hak
Kekayaan Intelektual, di Indonesia masih belum dapat dilaksanakan secara optimal terbukti masih
banyaknya kasus-kasus pelanggaran HAKI seperti beredarnya barang-barang
bermerek palsu di pasaran, pelanggaran Hak Cipta yang berupa pembajakan musik
atau lagu. Dalam CD/kaset,Film,computer program, buku dan sebagainya.
Pelanggaran Hak
Kekayaan Intelektual di Indonesia terutama pelanggaran Hak Cipta cukup besar,
dibandingkan dengan pelanggaran hak-hak lainnya yang mempunyai kelemahan cukup
mendasar, yaitu disamping masih lemah dan belum sinkronnya penegak hukum dalam
pemahaman Peraturan Perundang-undangan di bidang Hak Kekayaan Intelektual, juga
masih tipisnya kesadaran hukum orang-orang yang dengan sengaja menggukan nakan
atau memanfaatan bahkan melanggar Hak Kekayaan Intelektual yang bukan miliknya.
Sangat
memperahatinkan kita semua adalah Laporan Tahunan Special 301 yang dikeluarkan oleh Laporan Tahunan Perdagangan
Amerika Serikat ( USTR-United States
Trade Representative) yang menyatakan bahwa Indonesia tahun 2000 merupakan
satu-satunya Negara ASEAN yang termasuk dalam kategori Priority Watch List, yaitu
daftar Negara menjadi prioritas diawali dengan kasus-kasus pelanggaran Hak
Kekayaan Intelektual. Label yang diberikan kepada Indonesia ini adalah sekelas
dengan Negara-negara lain seperti Cina, Bulgaria, Israel, Malaysia, Brunei
Darussalam dan Afrika Selatan. Konsekuensi dimasukannya Indonesia kedalam
kategori Priority Watch List itu adalah dapat berakibat
timbulnya retalisasi di bidang ekonomi dan perdagangan oleh Amerika Serikat.
Manakala HAKI tersebut
diterapkan dalam kegiatan perdagangan dan industri ada pihak-pihak yang
melaksanakan perbuatan melanggar hukum/ tidak pidana. Oleh karena itu
perlindungan hukum merupakan upaya yang diatur oleh undang-undang guna mencegah
terjadinya pelanggaran HAKI oleh orang yang tidak berhak. Berdasakan uraian
tersebut, maka peneliti ingin mengkaji lebih jauh tentang keberadaan
prinsip-prinsip perlindungan hukum HaKI dalam berbagai UU HaKI.
1.2 Rumusan Masalah
Sehubungan dengan
uraian sebelumnya dalam pendahuluan, maka yang ingin dikaji lebih jauh dalam
penelitian ini adalah:
1.
Bagaimana implementasi prinsip-prinsip perlindungan HaKI dalam per-UU-an
Haki?
2.
Apa saja bentuk-bentuk pelanggaran Haki dan siapkah yang dapat melakukan
penuntutan?
1.3 Tujuan Penelitian
Adanya penelitian
ini dimaksudkan untuk mengetahui tentang:
1.
Implemntasi dari prinsip-prinsip perlindungan HaKI dalam per-UU-an HaKI.
2.
Mengetahui bentuk-bentuk pelanggaran HaKI dan pihak-pihak yang dapat
melakukan penuntutan.
2.TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian HaKI
Secara
konseptual, kekayaan intelektual adalah kekayaan sebagaimana maknanya dalam
pengertian hokum, yaitu segala sesuatu yang memiliki sifat kebendaan dan dapat
dimiliki. Sesuai dengan konsepsi kekayaan seperti itu, hokum mengenalnya
sebagai hak milik kehendak yang tidak terwujud. Karakteristik ini yang
membedakannya dengan hak kekayaan pada umumnya yang bersifat “tangible” seperti rumah, kendaraan, tas,
perhiasan, buku, ballpoin, dan benda kasat mata lainnya.
Sesuai
dengan karakteristiknya, HaKi tidak menguasai kekayaan secara fisik. Hak atas
kekayaan seperti itu hanya dapat dikuasai dengan klaim ata tindakan hukum.
Artinya, kepemilikan hanya tercatat dalam format hak dan pelaksanaannya memerlukan
tindakan hukum, tertutama apabila muncul ancaman terhadap hak itu. Iu sebabnya
HaKi tidak hanya menuntut adanya sikap pengakuan dan penghargaan, tetapi juga
perlindungan.
Sikap
pengakuan dan penghargaan saja dalam praktiknya hanya akan tampil dalam bentuk
perlakuan sesuai dengan tatanan etika dan nilai-nilai moral masyaraat. Lebih
penting dari itu adalah sikap ksediaan masyarakat memberi perlindungan terhadap
kepentingan ekonomi pemilk HaKi yaitu
tidak menggunakan atau memanfaatkannya tanpa persetujuan pemiliknya.
Penggunaan
secara tanpa ijin akan dianggap sebagai pelanggaran, tidak saja terhadap hak
tetapi juga pelanggaran terhadap hukum. Sebab hak-hak seperti ini telah diakui
dan dilindungi. Apabila ada ancaman penggunaan HaKi secara tanpa ijin, pemilik
hak harus mengambil langkah dan tindakan hukum untuk mempertahankannya.
(Soelistyo,2012;1-2).
2.2. Lingkup dan Pengaturan Bidang Haki
Secara kategois,
HAKI mencakup bidang- bidang penting seperti Hak Cipta, Hak Paten dan merek.
Bidang HaKi yang dekat konsepsinya dengan Hak Cipta meliputi Desain Industri
dan hak hak yang terkait dengan Hak Cipta. Terkait dengan merek, meskipun bukan
merek, adalah Indikasi Geografis dan Indikasi Asal bidang lainnya, yaitu
Rahasia Dagang dan Perlindungan Varietas Tanaman lebih dekat singgungnya dengan
masalah patem.
Selanjutnya ada era
tahun 90-an, HaKi juga telah mengadopsi bidang harus atau yang diberi padanan
kata Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu dan bahasa teknis Lay Out Desain of Topographic Work.
Adanya kedekatan
diantara bidang-bidang HaKi tersebut diantaranya ditandai dengan kesamaan
elemen atau unsur, misalnya seni dan estetika, indikasi dan tanda, serta
teknolohi dan formula. Sebaliknya perbedaan konsepsi, terutama diakui dengan
adanya persyaratan-persyaratan formal yang harus dipenuhi, misalnya prosedur
pendaftaran. Ini tampak pada misalnya pada bidang paten yang mengharuskan
pengajuan aplikasi paten ke kantor paten. Sementara itu, rahasia dagang sama
sekali tidak mensyaratkan aspek procedural apapun bagi perlindungannya.
3.
METEDOLOGI
PENELITIAN
Penelitian ini
dilakukan dengan menggunakan pendekatan yuridis normative berdasarkan peraturan
perundang-undangan dibidang Haki.
1. Sumber Data/Bahan Hukum
1.
Bahan Hukum Primer, berupa peraturan perundang-undangan di bidang HaKi
antara lain; UU Hak Cipta, UU Hak Paten, UU Merek, dll. Serta peraturan HaKi
lainnya yang terkait dengan pokok permasalahan.
2.
Bahan Hukum Sekunder, berupa buku literature, jurnal-jurnal, masalah dan
hasil-hasil penelitian di bidang HaKi.
2.
Teknik Pengambilan Badan Hukum
1. PeNelusuran badan hukum, dengan mengkaji
semua bahan hukum baik primer
maupun sekunder yang berkaitan
dengan pokok permasalahan.
2. Dokumentasi
Kajian secara
mendalam dan komprehensif (harmonisasi) terhadap peraturan dan perundang
undangan dan dokumen-dokumen sejauh masih dalam lingkup studi, akan
dilakukansecara sistematis.
3
Analisa Data
Hasil
penelitian dalam hukum dalam baik dalam studi pustaka maupun dokumentasi serta
semua informasi yang telah diperoleh akan diolah dalam bentuk
kategorisasi-kategorisasi tertentu kemudian di analisis sesuai dengan kebutuhan
dan lingkup permasalahan yang dikaji. Hasil analisis ini kemudian akan
dideskripsikan secara komulatif dan dipaparkan sesuai dengan pokok permasalahan
yang diteliti.
Nama/NPM :
Dyah Ayu Lestari/22211290
Kelas :
2EB09
Tidak ada komentar:
Posting Komentar