Rabu, 24 April 2013

PEMBERDAYAAN KOPERASI USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM MEMANFAATKAN HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL



REVIEW 2
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Karakteristik Pengusaha
     1). Persepsi Dan Pemanfataan HaKI
          Dari hasil survei lapangan diketahui bahwa 100,00% responden menyatakan pernah mendengar tentang HaKI. Penyuluhan yang telah diperoleh yaitu, dari instansi terkait (pembina) hanya 18,75%, melalui media massa 5,00%, dan melalui pengusaha 76,25%. Pemahaman tentang HaKI, dari responden yang mengatakan mamahami 30,00%, dan yang tidak paham HaKI 70,00%. Guna kemajuan usaha telah pula diperoleh informasi yang jelas, bahwa responden mengatakan tanpa HaKI perusahaan tetap jalan 75,00%, dan yang mengatakan terhambat jalannya 25,00% (Tabel 1)
         Dari data-data yang telah diperoleh bahwa penyuluhanpenyuluhan tentang arti dan pentingnya HaKI perlu ditingkatkan secara kontinu dari pemerintah.
2). Minat Mendapatkan HaKI
         Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah yang mengatakan berminat mendapatkan HaKI sebesar 2,25%, kurang minat 52,50%, dan tidak berminat akan HaKI sebesar 45,25%. Kalau mendapatkan HaKI dalam bentuk paten sebesar 52,50%, dan bentuk merek 47,50% (tabel 2).

         Para pengusaha mengatakan bahwa belum sepenuhnya tahu mengurus administrasi HaKI. Disamping itu modal usaha yang dimiliki masih relatif kecil dengan teknologi sederhana.

3). Pemilikan HaKI Dan Produk Usaha
        Hasil survei mengatakan bahwa apabila memperoleh HaKI dipergunakan untuk usaha sendiri sebesar 100,00%. Sedangkan produk yang akan didaftarkan adalah hasil temuan sendiri 82,50%. Produk mendapatkan HaKI adalah produk yang tidak memiliki saingan 77,50%, (tabel 3). Pengusaha sebagai responden, usaha yang dikelola umumnya usaha turun temurun dan telah ditekuni berpuluh-puluh tahun.


4). Penyuluhan dan Biaya Mendapatkan Informasi
         Sebagian responden HaKI mendapat hambatan dalam mencari informasinya namun responden tetap menunggu penyuluhan dari pemerintah, instansi terkait.
         Hasil survei menggambarkan bahwa tidak ada biaya bila mencari sendiri sebesar 40%. Dapat dirinci sebagai berikut: Kaltim 30,00%, Kalsel 35,00%, Kalteng 45,00%, dan Lampung 50,00%. Apabila mencari dan mendengar dari orang lain maka responden merasa kurang yakin kebenarannya, rata-rata jawaban responden 35,00%. Dapat dirinci sebagai berikut: Kalsel 25,00%, Kalteng 30,00%, Kaltim 45,00%, dan Lampung 40,00%. Menunggu penyuluhan dari pemerintah, instansi terkait yang berwenang memberikan penyuluhan lebih menguntungkan menurut responden, rata-rata 33,75%. Adapun rinciannya sebagai berikut: Kalsel 45,00%, Kalteng 30,00%, Kaltim 20,00%, dan Lampung 40,00%.
         Menunggu penyuluhan dari pemerintah, instansi terkait, selain jelas penyuluhan diperoleh, dan juga kemudahan pemanfaatannya, rata-rata responden memberikan pendapatnya sebesar 55,00%. Adapun rinciannya sebagai berikut: Kalsel 75,00%, Kalteng 35,00%, Kaltim 50,00%, dan Lampung 60,00%, (tabel 4).
5). Biaya Pengurusan HaKI
        Jumlah biaya yang dikeluarkan untuk mengurus HaKI cukup besar, dan beragam untuk tiap daerah. Dari daftar pertanyaan yang disampaikan, seluruhnya menjawab, ya (100,00%). Untuk administrasi dijawab rata-rata 57,25%, untuk pendaftaran rata-rata 30,50%, biaya lain-lain di jawab 52,50% (tabel 5). Kalau dirinci propinsi sampel bahwa memang ada biaya dikeluarkan, dapat disampaikan jawaban sebagai berikut: Biaya administrasi daerah responden Kalsel 50,00%, Kalteng 72,00%, Kaltim 32,00% dan Lampung 75,00%. Biaya pendaftaran Kalsel 50,00%, Kalteng 23,00%, Kaltim 24,00%, dan Lampung 25,00%. Biaya lain-lain Kalsel 75,00%, Kalteng 55,00%, Kaltim 50,00%, dan Lampung 30,00%.



         Dari hasil Pengamatan lapangan, ada indikasi tentang keengganan pengusaha untuk mengeluarkan biaya pengurusan HaKI. Apabila modal kerja dikeluarkan bukan untuk membiayai usaha perusahaan, dikhawatirkan kegiatan usaha akan terganggu.
6). Keuntungan Memiliki HaKI
         Dari jawaban responden diketahui bahwa 42,00% menyatakan bahwa pemilikan HaKI memberikan keuntungan. Kalau dijabarkan secara rinci per propinsi adalah sebagai berikut: Memberikan keuntungan, Kalsel 60,00%, Kalteng 40,00%, Kaltim 40,00% dan Lampung 30,00%. Tidak memberikan keuntungan, Kalsel 40,00%, Kalteng 60,00%, Kaltim 60,00%, dan Lampung 70,00%.
2. Faktor Mempengaruhi Mendapatkan HaKI
1). Permohonan Dan Biaya HaKI
         Persyaratan pengajuan permohonan untuk mendapatkan HaKI telah ditetapkan oleh Departemen Hukum Dan HAM Cq. Direktorat Jenderal HaKI. Baik untuk permohonan Paten maupun Merek.
Permohonan administrasi sebagai berikut:
-Pemohon langsung mengajukan permohonan kepada Dirjen HaKI di Jakarta.
-Mengoreksi salah atau benar permohonan oleh Ditjen HaKI melalui Tim.
-Permohonan ditolak Ditjen HaKI, untuk perbaikan cukup memakan waktu.
-Pembayaran biaya permohonan, rekening nomor 311928974 BRI Cabang Tangerang atas nama Direktorat Jenderal HaKI.
-Kantor Wilayah (Daerah) atau pejabat yang ditunjuk, membubuhkan tanda tangan dan stempel pada permohonan diterima.
(1). Biaya Paten antara lain terdiri dari :
-Biaya permohonan paten
-Biaya pemeriksaan substansi paten
-Penulisan deskripsi, abstrak, gambar
-Biaya lain-lain

(2). Biaya Merek antara lain terdiri dari :
-Biaya permohonan merek
-Biaya perpanjangan merek
-Biaya pencatatan pengalihan hak merek
-Biaya lain-lain
2). Usaha Koperasi dan Usaha Kecil
         Responden yang diwawancarai kebanyakan usaha bergerak dalam lingkungan industri kerajinan rakyat (industri alat rumah tangga). Kegiatan usaha mempekerjakan keluarga, tetangga dan penduduk sekitar tempat usaha. Pengembangan usaha relatiflamban, karena modal kecil, usaha turun temurun, kadangkadang produksi berdasarkan pesanan. Bagi koperasi, jenis usaha ditekuni umumnya unit toko dan unit simpan pinjam yang kebanyakan melayani anggotanya. Ada jenis usaha lain yang didirikan koperasi, tapi belum banyak berkembang, oleh karena itu untuk membiayai usaha tersebut diambilkan dananya dari usaha yang telah maju.
         Bagi usaha koperasi pengambilan keputusannya berbeda sekali dengan keputusan diambil usaha kecil termasuk usaha menengah. Keputusan yang diambil koperasi berdasarkan kehendak para anggota, disalurkan melalui rapat anggota. Pengurus koperasi tidak mempunyai wewenang dalam menentukan kegiatan baru, lebih-lebih kegiatan tersebut memerlukan biaya-biaya.
         Bila pengurus ingin untuk mendapatkan HaKI, maka pengurus koperasi harus mendapatkan persetujuan dari anggota dengan rencana kerja yang disahkan. Koperasi milik anggota dengan semboyan “dari, oleh, untuk” anggota. Rencana kerja yang telah disahkan melalui rapat, sangat penting bagi organisasi koperasi untuk mengetahui hasil kerja pengurus dalam satu tahun buku. Didalam neraca tahunan terlihat apakah suatu koperasi rugi atau untung. Karena lambatnya keputusan yang diambil harus melalui rapat anggota, bila ada peluang usaha yang harus diputuskan waktu itu juga, tidak dapat diputuskan. Akibatnya koperasi tidak dapat mengambil peluang usaha. Beberapa orang pengurus dan manager yang ditunjuk mengelola usaha koperasi, bukan membuat keputusan tetapi menjalankan keputusan yang telah ada berdasarkan hasil rapat anggota. Pengurus mempertanggung jawabkan hasil kerjanya selama tahun buku kepada rapat anggota, sedangkan manager mempertanggung jawabkan hasil kerjanya kepada pengurus, karena manager diangkat pengurus dalam surat keputusan dengan masa jabatan telah ditetapkan. Pekerjaan yang ada di koperasi, baik administrasi organisasi, administrasi usaha dipertanggung jawabkan pengurus pada akhir tahun buku dalam rapat anggota tahunan (RAT).

3). Kiat-Kiat Peningkatan Pemanfaatan HaKI
         Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual (HaKI) sudah seharusnya dapat meningkatkan pemanfaatan penggunana HaKI oleh koperasi, usaha kecil dan menengah. Memberikan peran yang luas pada Kanwil Hukum Dan HAM didaerah (dinas didaerah) antara lain :
(1). Pemberian penyuluhan bersama dinas terkait secara kontinu.
(2). Permohonan yang disampaikan koperasi, usaha kecil dan menengah melalui Kanwil Hukum Dan HAM di daerah (dinas daerah), segera dikirim kepada Direktorat Jenderal HaKI di Jakarta, untuk disahkan.
(3). Bagi daerah pemohon yang tinggal dipedesaaan jauh dari Jakarta (luar Jawa), administrasi pemohon dijamin tidak mengalami kekeliruan.
(4). Biaya permohonan, biaya lain-lain, besar biayanya ditinjau kembali.


V. KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan
         Dari hasil survei lapangan dapat disimpulkan sebagai berikut:
1). Rata-rata responden pernah mendengar HaKI (100,00%), tetapi belum mengerti arti dan pentingnya, serta prosedur pengajuan administrasi.
2). Rata-rata responden mengatakan tanpa HaKI perusahaan tetap jalan (75,00%). Usaha dikelola kecil-kecil dan diantaranya ada usaha yang turun-temurun
3). Rata-rata responden mengatakan kurang berminat memiliki HaKI (52,50%), dan tidak berminat (45,25%). Ini disebabkan biaya dikeluarkan akan mengganggu kelancaran usaha.
4). Hasil jajak pendapat dilapangan (survei responden) mengatakan, menunggu penyuluhan tentang HaKI dari pemerintah dan instansi terkait.

2. Saran-Saran
1). Penyuluhan HaKI didaerah-daerah terus ditingkatkan, agar koperasi, usaha kecil dan menengah mengetahui arti dan pentingnya HaKI.
2). Biaya permohonan, biaya administrasi, dan biaya lain-lain agar ditinjau kembali, termasuk syarat pembayaran. Pembayaran oleh pemohon setelah permohonan diterima, yang disyahkan Direktorat Jenderal HaKI Jakarta.
Nama/NPM : Dyah Ayu Lestari/22211290
Kelas : 2EB09
Sumber : http://www.smecda.com/kajian/files/jurnal/_2_%20Jurnal_haki_idham.pdf

DAFTAR PUSTAKA
Anonimous, (1992). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 1992 Tentang Perkoperasian. Departemen Koperasi, Direktorat Jenderal Bina Lembaga Koperasi. Jakarta.
Anonimous, (1995). Undang-undang Republik Indonesia Nomor 9 tahun 1995 Tentang Usaha Kecil Departemen Koperasi dan Pembinaan Pengusaha Kecil, Direktorat Jenderal Pembinaan Koperasi Perkotaan. Jakarta.
Anonimous, (2001). Undang-undang Republik Indonesia Tentang Paten dan Merek Tahun 2001. Penerbit “Citra Umbara”. Bandung.
Hadi Sutrisno, (1993). Metodologi Research. Penerbit. “Andi Offset”, Yogyakarta.
Maulana Insan Budi, (2000). Peran Serta LSM dalam Pemberdayaan KPKM di Bidang HaKI khususnya Merek Dagang. Disampaikan dalam Workshop
Pemberdayaan Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah Melalui Kebijakan Merek Dagang dalam Menghadapi Diberlakukannya Kesepakatan Ketentuan TRIP’s. Jakarta.
Nahar Rahimi SH, (2000). Perlindungan Hukum Terhadap Hak Atas Merek di Indonesia. Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual. Jakarta.
Singgih Santoso, (2000). Buku Latihan SPSS Statistik Paramatrik. PT. Elex Media Komputindo. Jakarta. Sugiyono, (2003). Metode Penelitian Bisnis. Alfa Beta, Bandung.
Suharto, Tata Iryanto, (1996). Kamus Bahasa Indonesia Terbaru. Penerbit “Indah”. Surabaya.
Umar Achmad Zen P, (2000). Sosialisasi dan Penegak Hukum di Bidang HaKI Khususnya yang Berkaitan dengan Merek Dagang. Disampaikan dalam Workshop Pemberdayaan Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah Melalui Kebijakan Merek Dagang dalam Menghadapi Diberlakukannya Kesepakatan Ketentuan TRIP’s. Jakarta.

Selasa, 23 April 2013

PEMBERDAYAAN KOPERASI USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM MEMANFAATKAN HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL



PEMBERDAYAAN KOPERASI USAHA KECIL DAN MENENGAH
DALAM MEMANFAATKAN HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL
Idham Bustamam.

Abstrak

Empowerment of Cooperatives and SMEs in this study, was nothing but wanting to know in the field clearly, how did cooperatives and SMEs Utilize Intellectual Property Rights, and how far did the government give promotion to the institute concerned, so that information received by the cooperatives and SMEs from the same enterprises. Low interest to utilize Intellectual Property Rights makes also low interest to register their enterprise and unwilling to pay the cost outside the business. Responden are eager to wait for promotional information on Intellectual Property Rights from the Government or other agencies concerned.

Kata kunci : “Perlu Penyuluhan”

REVIEW 1 : I. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
           Dalam era globalisasi sekarang ini, untuk dunia perdagangan internasional batas negara boleh dikatakan hamper tidak ada lagi, karena setiap negara telah menyepakati kesepakatan internasional di bidang perdagangan seperti WTO, APTA, APEC dan lain sebagainya harus tunduk kepada kesepakatan tersebut. Dengan demikian setiap negara tidak dapat lagi melindungi perekonomiannya dengan kebijakan tarif maupun fiskal melebihi kesepakatan yang telah diterapkan. Termasuk diantaranya pemberian perhatian khusus terhadap perlindungan pada hak kekayaan Intelektual (HaKI) yang diwujudkan dalam bentuk perjanjian (Agreement Establishing The Word Trade Organization) yaitu salah satu persetujuan di bawah WTO berupa perjanjian atau persetujuan mengenai aspek-aspek dagang yang terkait dengan hak kekayaan intelektual, termasuk perdagangan palsu (Agreement on the Trade Related Aspect of Intellectual Property Rights atau persetujuan TRIP’s, Including Trade in Counferfeit Goods). Indonesia telah mengikrarkan ikut dalam organisasi perdagangan dunia atau World Trade Organization (WTO) dengan mengesahkan keikutsertaannya dalam Undang-Undang No.7 Tahun 1997.

          Dalam era tersebut persaingan yang terjadi adalah persaingan antar produsen ataupun perusahaan dan bukan lagi antar negara. Siapa yang dapat bekerja lebih professional dan efisien itulah yang keluar sebagai pemenang dan dapat eksis di pasar.
          Koperasi, usaha kecil dan menengah yang telah terdaftar dan mendapatkan Hak Kekayaan Intelektual antara lain : CV. Hadle (garmen) di Cempaka Putih dengan merek “Supramanik”, Atikah (garmen) di Jawa dengan merek “Dewi Bordir”, PT. Lembaga Kencana (susu sapi) di Bandung dengan merek “Lambang Kencana”, dan Endjang Dudrajat (peti antik) di Jawa Barat dengan merek “Pramanik”.
          Undang-Undang No. 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil lebih memberikan leluasa gerak dari usaha kecil. Pada pasal 12/1995 Pemerintah menumbuhkan iklim usaha dalam aspek perizinan usaha sebagaimana dimaksud pasal 6 ayat (1) huruf f dengan menetapkan Peraturan Perundang-Undangan dan Kebijakan untuk:
1). Menyederhanakan tata cara dan jenis perizinan dengan mengupayakan terwujudnya sistem pelayanan satu atap;
2). Memberikan kemudahan persyaratan untuk memperoleh perizinan.
          Di bidang Perkoperasian Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian, pasal 61 menyebutkan antara lain: “Dalam upaya menciptakan dan mengembangkan iklim kondusif yang mendorong pertumbuhan dan pemasyarakatan Koperasi, Pemerintah :
1). Memberikan kesempatan usaha yang seluas-luasnya kepada Koperasi;
2). Meningkatkan dan memantapkan kemampuan Koperasi agar menjadi Koperasi yang sehat, tangguh dan mandiri;
3). Mengupayakan tata hubungan usaha yang saling menguntungkan antara Koperasi dengan badan usaha lainnya;
4). Memberdayakan Koperasi dalam masyarakat.
          Berbagai kebijakan tersebut diatas mengindikasikan pemerintah sangat peduli akan tumbuh dan berkembangnya Koperasi dan Usaha Kecil dengan melindungi dan memberikan iklim, baik untuk Koperasi dan Usaha Kecil. Undang-Undang yang memuat ketentuan-ketentuan tentang merek pertama kali dikenal dengan di undangkannya Undang-Undang No. 21 Tahun 1961 tentang “Merek Perusahaan dan Perniagaan”. Undang-Undang ini dikenal dengan sebutan undangundang merek dan merupakan perubahan tentang ketentuan yang mengatur tentang merek sejak zaman kolonial dahulu yang disebut “Reglement Industrial Eigendom Kolonial”. Undang-Undang No. 21 Tahun 1961 menganut sistem “Deklaratif” dengan pengertian bahwa perlindungan hukum terhadap hak atas merek yang diberikan kepada pemakai merek pertama. Di dalam pelaksanaan Undang-Undang tersebut dirasakan masih kurang tepat karena belum menggambarkan/mengikat kepastian hukum, oleh karena itu pemerintah mengeluarkan Undang-Undang baru No. 19 Tahun 1992 tentang merek. Ada perbedaan yang sangat menyolok pada Undang-Undang No.19 Tahun 1992 menganut sistem “Konstitutif” yang lebih menjamin kepastian hukum karena perlindungan hukum hak atas merek diberikan kepada pendaftar pertama.
         Tahun 1997 oleh Pemerintah dikeluarkan Undang-Undang No. 14 Tahun 1997 sebagai penyesuaian Undang-Undang No. 19 tahun 1992, yang mengatur tentang merek dagang dan jasa, kemudian diatur lagi Undang-Undang merek yang khusus pada UU Merek No. 15 Tahun 2001.
         Perkembangan perdagangan dunia internasional yang semakin cepat, menuntut kesepakatan dan komitmen terhadap pengurangan segala hambatan-hambatan perdagangan dunia internasional di berbagai aspek tetapi menjunjung tinggi azas legalitas yang telah disepakati bersama.

2. Rumusan Masalah
         Kalau dilihat dari judul penelitian, maka dapatlah diidentifikasi permasalahan sebagai berikut :
1). Sejauhmana sebenarnya minat dari Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah untuk memanfaatkan Hak Kekayaan Intelektual (HaKI).
2). Sejauhmana pemberian penyuluhan-penyuluhan HaKI oleh lembagalembaga pemerintah yang terkait.
3). Sejauhmana hambatan-hambatan yang dihadapi Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah selaku pemanfaat HaKI.

3. Tujuan dan Manfaat
1). Tujuan
     Tujuan dari penelitian ini dapat disampaikan antara lain :
    -Seberapa minat untuk memanfaatkan Hak Kekayaan Intelektual (HaKI) bagi Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah.
   -Faktor-faktor penyebab kurang minatnya untuk memanfaatkan Hak kekayaan Intelektual (HaKI) bagi koperasi, Usaha Kecil dan Menengah.
2). Manfaat
     Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi lembaga, dinas terkait, serta KUKM sebagai bahan penyusunan rencana kebijakan yang akan datang.


4. Ruang Lingkup Penelitian
    Ruang lingkup penelitian meliputi :
    1). Gambaran produk-produk yang dihasilkan KUKM
    2). Langkah-langkah operasional yang telah dilakukan instansi, dinas yang menangani HaKI
    3). Faktor-faktor penghambat dalam mendapatkan HaKI oleh Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah.

II. KERANGKA PEMIKIRAN
Arti penting HaKI adalah :
1. “Sebagai suatu sistem, HaKI sebagai sarana pemberian hak kepada pihak-pihak yang memenuhi persyaratan dan memberikan perlindungan bagi para pemegang hak dimaksud; dan
2. HaKI adalah alat pendukung pertumbuhan ekonomi sebab dengan adanya perlindungan terhadap HaKI akan terbangkitkan motivasimanusia untuk menghasilkan karya intelektual”. (UU Hak Cipta, Paten & Merek, 2001).

1. Merek
    Di dalam Undang-undang Republik Indonesia tentang PATEN dan MEREK Tahun 2001, khusus untuk merek diatur oleh Undangundang Merek Nomor 15 Tahun 2001.
    Yang dimaksud “Merek” adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa”.
    Merek merupakan karya intelektual yang menyentuh kebutuhan manusia sehari-hari dalam melengkapi hidupnya misal saja untuk makanan, minuman dan keperluan sekunder seperti TV, radio, kulkas, AC dan alat rumah tangga lainnya. Selain sebagai tanda yang mudah dikenal pelaku konsumen juga dapat memberikan jaminan bagi kualitas barang jasa apabila para konsumen sudah terbiasa menggunakan merek tertentu untuk kebutuhannya.
    Perlindungan hukum bagi pemilik merek tidak hanya dapat dipandang dari aspek hukum saja, tetapi perlu dipandang dari aspek ekonomi dan sosial yang terdapat dalam masyarakat. Dalam Undangundang Merek Nomor 15 Tahun 2001 pasal 90 berbunyi; “Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan merek yang sama atau keseluruhannya dengan Merek terdaftar milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis yang diproduksi dan atau diperdagangkan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan atau denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah)”.

2. Sosialisasi Mendapatkan HaKI
      Untuk meningkatkan kesadaran tentang HaKI sangat perlu dilakukan sosialisasi pada masyarakat. Penilaian komersial patut dihargai bagi seseorang yang telah maju dalam berbisnis. Nilai komersial bisa hilang apabila usaha tersebut tidak diikat erat-erat dengan ketentuan perundang-undangan. Di Indonesia kelihatannya HaKI kurang diminati oleh pelaku bisnis, karena kurangnya penyuluhan, kurangnya pembinaan pemerintah bagi usaha yang telah mulai baik jalannya. Hal tersebut disebabkan kultur masyarakat yang beranggapan memperbanyak karya intelektual dengan mempromosikan karya tersebut tidak perlu otorisasi, ada yang beranggapan tanpa HaKI barang/produk juga terjual, dan biaya administrasi tinggi berarti menambah beban usaha saja. Persepsi yang keliru di kalangan masyarakat khususnya pengusaha tersebut perlu segera diluruskan dan diperbaiki dengan memberikan pengertian-pengertian yang jelas tentang HaKI.
           Tujuan sosialisasi dibidang HaKI adalah untuk meningkatkan kesadaran hukum masyarakat mengenai sistem HaKI nasional maupun internasional termasuk dalam hal merek.
3. Sengketa Merek Bagi Pelaku Bisnis
          Sengketa merek sering terjadi bagi pengusaha yang usahanya sudah maju dan berkembang dengan baik dengan merek dagang dikenal oleh seluruh lapisan masyarakat, dimana merek dagangnya telah dipalsukan oleh pengusaha lainnya.
          Sengketa penggunaan merek tanpa hak dapat digugat dengan delik perdata maupun pidana, disamping pembatalan pendaftaran merek tersebut. Tindak pidana dalam hal merek dapat dibagi 2, yaitu Tindak Pidana Kejahatan dan Tindak Pidana Pelanggaran. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek menyebutkan : Pasal 92 ayat 1 : “Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan tanda yang sama pada keseluruhan dengan indikasi geografis milik pihak lain untuk barang yang sama atau sejenis dengan barang yang terdaftar, dipidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
III. METODE PENELITIAN
1. Lokasi Penelitian
         Lokasi penelitian terpilih sampel ada 4 (empat) propinsi yaitu Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur dan Lampung. Terpilihnya empat propinsi tersebut berdasarkan pertimbangan-pertimbangan bahwa informasi dan data diperoleh dapat mewakili Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah yang tersebar sampai pelosok Indonesia. Demikian pula jenis usaha yang akan dilihat beragam usaha industri rumah tangga, merupakan mata pencaharian tetap bagi pebisnis kecil, dengan administrasi sangat sederhana, tenaga kerja setempat (lokal), jam kerja pun belum tentu memenuhi standar yang ditetapkan pemerintah. Disamping itu pertimbangan lain adalah dana dan tenaga yang tersedia.
        Karakteristik produk dari keempat propinsi sampel antara lain, Propinsi Kalimantan Selatan terkenal dengan produksi mandau (golok), tikar lampit rotan, kipas rotan, keranjang rotan, tas dari manik. Kalimantan Tengah terkenal pula dengan hasilnya seperti anyamanyaman tikar dari rotan yang disebut tikar lampit dan kursi rotan. Kalimantan Timur cukup terkenal dengan sarung Samarinda, tas dan sarung pensil manik, bengkel bubut pembuatan kipas kapal. Propinsi Lampung kerajinan rumah tangga terkenal dengan pembuatan kopi, keripik singkong, keripik pisang dan makanan-makanan kecil lainnya.
       Dengan memadukan beberapa propinsi yang mempunyai penghasilan beragam, tentunya akan muncul pendapat responden tentang minat memanfaatkan Hak Kekayaan Intelektual.

2. Populasi Penelitian
        Dari empat propinsi yang diteliti maka data-data diambil sebagai berikut : setiap propinsi 3 kabupaten/kota berarti daerah survey 12 kabupaten/kota. setiap kabupaten/kota diambil datanya 5 koperasi dan 5 usaha kecil dan menengah. Koperasi yang disurvei berjumlah 60 koperasi, dan 60 usaha kecil dan menengah. Jumlah data terkumpul yang diperoleh 120 koperasi, Usaha Kecil dan Menengah. Data-data yang telah terkumpul dianalisis untuk mengetahui minat dari pada pembisnis dalam memanfaatkan Hak Kekayaan Intelektual (HaKI).

3. Penarikan Sampel
        Penelitian ini mempergunakan teknik antara lain :
a. Field Work Research
     Penelitian langsung ke lapangan tempat obyeknya (observasi). Dengan cara interview-interview sekaligus mengisi daftar pertanyaan yang telah disiapkan. Interview untuk Koperasi dapat ditujukan pada pengurus koperasi dan manajer koperasi. Bagi usaha kecil dan menengah interview langsung ditujukan pada pemilik usaha.
     Pada umumnya dua orang atau lebih hadir secara fisik dalam proses tanya jawab ini, dan masing-masing pihak dapat menggunakan saluran-saluran komunikasi secara wajar dan lancar.
b. Library Research
     Pengamatan deskriptif diperlukan untuk mendapatkan informasi tentang berbagai permasalahan yang berhubungan dengan materi penelitian. Teknik tersebut sangat banyak manfaatnya, memberikan keterpaduan antara teori dengan praktek lapangan.
Nama/NPM : Dyah Ayu Lestari/22211290
Kelas : 2EB09


PEMBERDAYAAN KOPERASI USAHA KECIL DAN MENENGAH
DALAM MEMANFAATKAN HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL
Idham Bustamam.

Abstrak

Empowerment of Cooperatives and SMEs in this study, was nothing but wanting to know in the field clearly, how did cooperatives and SMEs Utilize Intellectual Property Rights, and how far did the government give promotion to the institute concerned, so that information received by the cooperatives and SMEs from the same enterprises. Low interest to utilize Intellectual Property Rights makes also low interest to register their enterprise and unwilling to pay the cost outside the business. Responden are eager to wait for promotional information on Intellectual Property Rights from the Government or other agencies concerned.

Kata kunci : “Perlu Penyuluhan”

REVIEW 1 : I. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
           Dalam era globalisasi sekarang ini, untuk dunia perdagangan internasional batas negara boleh dikatakan hamper tidak ada lagi, karena setiap negara telah menyepakati kesepakatan internasional di bidang perdagangan seperti WTO, APTA, APEC dan lain sebagainya harus tunduk kepada kesepakatan tersebut. Dengan demikian setiap negara tidak dapat lagi melindungi perekonomiannya dengan kebijakan tarif maupun fiskal melebihi kesepakatan yang telah diterapkan. Termasuk diantaranya pemberian perhatian khusus terhadap perlindungan pada hak kekayaan Intelektual (HaKI) yang diwujudkan dalam bentuk perjanjian (Agreement Establishing The Word Trade Organization) yaitu salah satu persetujuan di bawah WTO berupa perjanjian atau persetujuan mengenai aspek-aspek dagang yang terkait dengan hak kekayaan intelektual, termasuk perdagangan palsu (Agreement on the Trade Related Aspect of Intellectual Property Rights atau persetujuan TRIP’s, Including Trade in Counferfeit Goods). Indonesia telah mengikrarkan ikut dalam organisasi perdagangan dunia atau World Trade Organization (WTO) dengan mengesahkan keikutsertaannya dalam Undang-Undang No.7 Tahun 1997.

          Dalam era tersebut persaingan yang terjadi adalah persaingan antar produsen ataupun perusahaan dan bukan lagi antar negara. Siapa yang dapat bekerja lebih professional dan efisien itulah yang keluar sebagai pemenang dan dapat eksis di pasar.
          Koperasi, usaha kecil dan menengah yang telah terdaftar dan mendapatkan Hak Kekayaan Intelektual antara lain : CV. Hadle (garmen) di Cempaka Putih dengan merek “Supramanik”, Atikah (garmen) di Jawa dengan merek “Dewi Bordir”, PT. Lembaga Kencana (susu sapi) di Bandung dengan merek “Lambang Kencana”, dan Endjang Dudrajat (peti antik) di Jawa Barat dengan merek “Pramanik”.
          Undang-Undang No. 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil lebih memberikan leluasa gerak dari usaha kecil. Pada pasal 12/1995 Pemerintah menumbuhkan iklim usaha dalam aspek perizinan usaha sebagaimana dimaksud pasal 6 ayat (1) huruf f dengan menetapkan Peraturan Perundang-Undangan dan Kebijakan untuk:
1). Menyederhanakan tata cara dan jenis perizinan dengan mengupayakan terwujudnya sistem pelayanan satu atap;
2). Memberikan kemudahan persyaratan untuk memperoleh perizinan.
          Di bidang Perkoperasian Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian, pasal 61 menyebutkan antara lain: “Dalam upaya menciptakan dan mengembangkan iklim kondusif yang mendorong pertumbuhan dan pemasyarakatan Koperasi, Pemerintah :
1). Memberikan kesempatan usaha yang seluas-luasnya kepada Koperasi;
2). Meningkatkan dan memantapkan kemampuan Koperasi agar menjadi Koperasi yang sehat, tangguh dan mandiri;
3). Mengupayakan tata hubungan usaha yang saling menguntungkan antara Koperasi dengan badan usaha lainnya;
4). Memberdayakan Koperasi dalam masyarakat.
          Berbagai kebijakan tersebut diatas mengindikasikan pemerintah sangat peduli akan tumbuh dan berkembangnya Koperasi dan Usaha Kecil dengan melindungi dan memberikan iklim, baik untuk Koperasi dan Usaha Kecil. Undang-Undang yang memuat ketentuan-ketentuan tentang merek pertama kali dikenal dengan di undangkannya Undang-Undang No. 21 Tahun 1961 tentang “Merek Perusahaan dan Perniagaan”. Undang-Undang ini dikenal dengan sebutan undangundang merek dan merupakan perubahan tentang ketentuan yang mengatur tentang merek sejak zaman kolonial dahulu yang disebut “Reglement Industrial Eigendom Kolonial”. Undang-Undang No. 21 Tahun 1961 menganut sistem “Deklaratif” dengan pengertian bahwa perlindungan hukum terhadap hak atas merek yang diberikan kepada pemakai merek pertama. Di dalam pelaksanaan Undang-Undang tersebut dirasakan masih kurang tepat karena belum menggambarkan/mengikat kepastian hukum, oleh karena itu pemerintah mengeluarkan Undang-Undang baru No. 19 Tahun 1992 tentang merek. Ada perbedaan yang sangat menyolok pada Undang-Undang No.19 Tahun 1992 menganut sistem “Konstitutif” yang lebih menjamin kepastian hukum karena perlindungan hukum hak atas merek diberikan kepada pendaftar pertama.
         Tahun 1997 oleh Pemerintah dikeluarkan Undang-Undang No. 14 Tahun 1997 sebagai penyesuaian Undang-Undang No. 19 tahun 1992, yang mengatur tentang merek dagang dan jasa, kemudian diatur lagi Undang-Undang merek yang khusus pada UU Merek No. 15 Tahun 2001.
         Perkembangan perdagangan dunia internasional yang semakin cepat, menuntut kesepakatan dan komitmen terhadap pengurangan segala hambatan-hambatan perdagangan dunia internasional di berbagai aspek tetapi menjunjung tinggi azas legalitas yang telah disepakati bersama.

2. Rumusan Masalah
         Kalau dilihat dari judul penelitian, maka dapatlah diidentifikasi permasalahan sebagai berikut :
1). Sejauhmana sebenarnya minat dari Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah untuk memanfaatkan Hak Kekayaan Intelektual (HaKI).
2). Sejauhmana pemberian penyuluhan-penyuluhan HaKI oleh lembagalembaga pemerintah yang terkait.
3). Sejauhmana hambatan-hambatan yang dihadapi Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah selaku pemanfaat HaKI.

3. Tujuan dan Manfaat
1). Tujuan
     Tujuan dari penelitian ini dapat disampaikan antara lain :
    -Seberapa minat untuk memanfaatkan Hak Kekayaan Intelektual (HaKI) bagi Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah.
   -Faktor-faktor penyebab kurang minatnya untuk memanfaatkan Hak kekayaan Intelektual (HaKI) bagi koperasi, Usaha Kecil dan Menengah.
2). Manfaat
     Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi lembaga, dinas terkait, serta KUKM sebagai bahan penyusunan rencana kebijakan yang akan datang.


4. Ruang Lingkup Penelitian
    Ruang lingkup penelitian meliputi :
    1). Gambaran produk-produk yang dihasilkan KUKM
    2). Langkah-langkah operasional yang telah dilakukan instansi, dinas yang menangani HaKI
    3). Faktor-faktor penghambat dalam mendapatkan HaKI oleh Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah.

II. KERANGKA PEMIKIRAN
Arti penting HaKI adalah :
1. “Sebagai suatu sistem, HaKI sebagai sarana pemberian hak kepada pihak-pihak yang memenuhi persyaratan dan memberikan perlindungan bagi para pemegang hak dimaksud; dan
2. HaKI adalah alat pendukung pertumbuhan ekonomi sebab dengan adanya perlindungan terhadap HaKI akan terbangkitkan motivasimanusia untuk menghasilkan karya intelektual”. (UU Hak Cipta, Paten & Merek, 2001).

1. Merek
    Di dalam Undang-undang Republik Indonesia tentang PATEN dan MEREK Tahun 2001, khusus untuk merek diatur oleh Undangundang Merek Nomor 15 Tahun 2001.
    Yang dimaksud “Merek” adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa”.
    Merek merupakan karya intelektual yang menyentuh kebutuhan manusia sehari-hari dalam melengkapi hidupnya misal saja untuk makanan, minuman dan keperluan sekunder seperti TV, radio, kulkas, AC dan alat rumah tangga lainnya. Selain sebagai tanda yang mudah dikenal pelaku konsumen juga dapat memberikan jaminan bagi kualitas barang jasa apabila para konsumen sudah terbiasa menggunakan merek tertentu untuk kebutuhannya.
    Perlindungan hukum bagi pemilik merek tidak hanya dapat dipandang dari aspek hukum saja, tetapi perlu dipandang dari aspek ekonomi dan sosial yang terdapat dalam masyarakat. Dalam Undangundang Merek Nomor 15 Tahun 2001 pasal 90 berbunyi; “Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan merek yang sama atau keseluruhannya dengan Merek terdaftar milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis yang diproduksi dan atau diperdagangkan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan atau denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah)”.

2. Sosialisasi Mendapatkan HaKI
      Untuk meningkatkan kesadaran tentang HaKI sangat perlu dilakukan sosialisasi pada masyarakat. Penilaian komersial patut dihargai bagi seseorang yang telah maju dalam berbisnis. Nilai komersial bisa hilang apabila usaha tersebut tidak diikat erat-erat dengan ketentuan perundang-undangan. Di Indonesia kelihatannya HaKI kurang diminati oleh pelaku bisnis, karena kurangnya penyuluhan, kurangnya pembinaan pemerintah bagi usaha yang telah mulai baik jalannya. Hal tersebut disebabkan kultur masyarakat yang beranggapan memperbanyak karya intelektual dengan mempromosikan karya tersebut tidak perlu otorisasi, ada yang beranggapan tanpa HaKI barang/produk juga terjual, dan biaya administrasi tinggi berarti menambah beban usaha saja. Persepsi yang keliru di kalangan masyarakat khususnya pengusaha tersebut perlu segera diluruskan dan diperbaiki dengan memberikan pengertian-pengertian yang jelas tentang HaKI.
           Tujuan sosialisasi dibidang HaKI adalah untuk meningkatkan kesadaran hukum masyarakat mengenai sistem HaKI nasional maupun internasional termasuk dalam hal merek.
3. Sengketa Merek Bagi Pelaku Bisnis
          Sengketa merek sering terjadi bagi pengusaha yang usahanya sudah maju dan berkembang dengan baik dengan merek dagang dikenal oleh seluruh lapisan masyarakat, dimana merek dagangnya telah dipalsukan oleh pengusaha lainnya.
          Sengketa penggunaan merek tanpa hak dapat digugat dengan delik perdata maupun pidana, disamping pembatalan pendaftaran merek tersebut. Tindak pidana dalam hal merek dapat dibagi 2, yaitu Tindak Pidana Kejahatan dan Tindak Pidana Pelanggaran. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek menyebutkan : Pasal 92 ayat 1 : “Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan tanda yang sama pada keseluruhan dengan indikasi geografis milik pihak lain untuk barang yang sama atau sejenis dengan barang yang terdaftar, dipidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
III. METODE PENELITIAN
1. Lokasi Penelitian
         Lokasi penelitian terpilih sampel ada 4 (empat) propinsi yaitu Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur dan Lampung. Terpilihnya empat propinsi tersebut berdasarkan pertimbangan-pertimbangan bahwa informasi dan data diperoleh dapat mewakili Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah yang tersebar sampai pelosok Indonesia. Demikian pula jenis usaha yang akan dilihat beragam usaha industri rumah tangga, merupakan mata pencaharian tetap bagi pebisnis kecil, dengan administrasi sangat sederhana, tenaga kerja setempat (lokal), jam kerja pun belum tentu memenuhi standar yang ditetapkan pemerintah. Disamping itu pertimbangan lain adalah dana dan tenaga yang tersedia.
        Karakteristik produk dari keempat propinsi sampel antara lain, Propinsi Kalimantan Selatan terkenal dengan produksi mandau (golok), tikar lampit rotan, kipas rotan, keranjang rotan, tas dari manik. Kalimantan Tengah terkenal pula dengan hasilnya seperti anyamanyaman tikar dari rotan yang disebut tikar lampit dan kursi rotan. Kalimantan Timur cukup terkenal dengan sarung Samarinda, tas dan sarung pensil manik, bengkel bubut pembuatan kipas kapal. Propinsi Lampung kerajinan rumah tangga terkenal dengan pembuatan kopi, keripik singkong, keripik pisang dan makanan-makanan kecil lainnya.
       Dengan memadukan beberapa propinsi yang mempunyai penghasilan beragam, tentunya akan muncul pendapat responden tentang minat memanfaatkan Hak Kekayaan Intelektual.

2. Populasi Penelitian
        Dari empat propinsi yang diteliti maka data-data diambil sebagai berikut : setiap propinsi 3 kabupaten/kota berarti daerah survey 12 kabupaten/kota. setiap kabupaten/kota diambil datanya 5 koperasi dan 5 usaha kecil dan menengah. Koperasi yang disurvei berjumlah 60 koperasi, dan 60 usaha kecil dan menengah. Jumlah data terkumpul yang diperoleh 120 koperasi, Usaha Kecil dan Menengah. Data-data yang telah terkumpul dianalisis untuk mengetahui minat dari pada pembisnis dalam memanfaatkan Hak Kekayaan Intelektual (HaKI).

3. Penarikan Sampel
        Penelitian ini mempergunakan teknik antara lain :
a. Field Work Research
     Penelitian langsung ke lapangan tempat obyeknya (observasi). Dengan cara interview-interview sekaligus mengisi daftar pertanyaan yang telah disiapkan. Interview untuk Koperasi dapat ditujukan pada pengurus koperasi dan manajer koperasi. Bagi usaha kecil dan menengah interview langsung ditujukan pada pemilik usaha.
     Pada umumnya dua orang atau lebih hadir secara fisik dalam proses tanya jawab ini, dan masing-masing pihak dapat menggunakan saluran-saluran komunikasi secara wajar dan lancar.
b. Library Research
     Pengamatan deskriptif diperlukan untuk mendapatkan informasi tentang berbagai permasalahan yang berhubungan dengan materi penelitian. Teknik tersebut sangat banyak manfaatnya, memberikan keterpaduan antara teori dengan praktek lapangan.
Nama/NPM : Dyah Ayu Lestari/22211290
Kelas : 2EB09
sumber : http://www.smecda.com/kajian/files/jurnal/_2_%20Jurnal_haki_idham.pdf