Koperasi Karyawan.
antara pola sub-kontrak dan
aktualisasi ekonomi pekerja.
Sebuah studi bandin.
Oleh
Irsyad Muchtar*
Kesimpulan
Seperti kita ulas di muka, kinerja
kopkar tidak berbanding lurus dengan kinerja perusahaan induk. Tetapi maju
mundur kopkar akan sangat tergantung pada komitmen pemberdayaan yang kuat dari perusahaan
induk. Olehnya, dalam kerangka win-win solution adalah bijaksana jika kopkar
dan perusahaan induk menggalang sinergi, sehingga tidak terjadi suasana kerja
yang
penuh konflik.
Jika keberadaan kopkar diakui sebagai alat
penyejahtera ekonomi karyawan, maka dampak ikutannya terlihat pada rendahnya
tingkat konflik antara manajemen perusahaan dengan karyawan. Kopkar juga
berfungsi sebagai klep pengaman bagi penyediaan kebutuhan dana jangka pendek
maupun kebutuhan primer yang mendesak lainnya bagi karyawan level bawah.
Naasnya, tak banyak perusahaan memahami
peran strategis kopkar, sehinga di banyak perusahaan, bahkan perusahaan besar
sekalipun ada aktivitas kopkarnya tidak hidup.
Sebuah kopkar di perusahaan perbankan di
ibu kota, hanya beroperasi saat tiba jam istirahat dan jam pulang pegawai kantor,
setelah itu kembali di tutup karena seluruh karyawan (termasuk pengurus kopkar)
harus kembali ke pekerjaan masing-masing. Masih dalam konteks pelecehan
terhadap
kopkar, sebuah perusahaan BUMN malah menjadikan
kopkar sebagai tempat pembuangan karyawan yang tidak berprestasi atau sudah
uzur. BUMN yang berkantor Pusat di Bandung tersebut juga melarang pegawai
dengan level manajer menjadi pengurus kopkar. Jumlah perusahaan yang
mempelakukan kopkarnya sebagai mitra memang relatif minim, sehingga tidak
sedikit kinerja kopkar yang bak hidup segan mati tak mau. Data dari Departemen
Tenaga Kerja yang disampaikan pada lokakarya Koperasi Pekerja, misalnya bisa
kita ambil sebagai pembanding.
Disebutkan, jumlah kopkar per Agustus 2003
mencapai 10.866 unit, sedangkan jumlah perusahaan terdaftar mencapai 170.000
ribu. Kisaran angka tersebut menyimpulkan perusahaan yang telah memiliki kopkar
baru 6,39% saja.
Sementara data Kementerian Koperasi dan
UKM per 2006 ini mendata jumlah kopkar selururuh Indonesia sebanyak 4.282. (sumber
: Smecda). Jika data itu valid, maka telah terjadi penyusutan jumlah kopkar
hampir 60% sejak tiga tahun terakhir ini.
Umumnya perusahaan masih menganggap kopkar
tak lebih dari organisasi sosial biasa yang tidak perlu dibesarkan. Tugas
sosial perusahaan dianggap selesai jika sudah berhasil mendirikan
kopkar. Soal apakah kopkar bisa untung atau
mampu menyejahterakan karyawan tidak terlalu penting, tugas itu dianggap bukan
pekerjaan kopkar tapi tanggungjawab perusahaan.
Perjalanan kopkar ke depan memang masih
panjang untuk bisa memposisikan diri sebagai mitra usaha perusahaan induk.
Upaya itu memerlukan advokasi dari berbagai pihak, terutama pemerintah. Itu pun
kalau kita masih meyakini bahwa koperasi termasuk kopkar mampu menyelamatkan
anak bangsa ini dari jerat kemiskinan yang massif.***
Nama/Npm: Dyah Ayu
Lestari/22211290
Kelas/Tahun: 2EB09/2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar