PERINTISAN DAN PENGEMBANGAN
ORGANISASI-ORGANISASI KOPERASI
”MODERN”
(Di Cuplik dari Buku Organisasi
Koperasi mengenai Organisasi Koperasi dan Kebijakan
Pengembangannya di Negara-Negara
Berkembang)
Oleh : Prof. DR. Alfred Hanel
-Pelopor-Pelopor Koperasi dari Rochdale
Pelopor-pelopor koperasi dari R
ochdale ini adalah 28 pekerja, yang hidup di kota Rochdale di Bagian Utara
Inggris, yang belajar dari pengalamannya dimasa lampau – seringkali merupakan
pengalaman pahit yang diperoleh dari upaya pengembangan koperasi yang dilakukan
secara eksperimental. Setelah melalui diskusi yang lama, mereka mendirikan satu
koperasi pada tanggal 24 Oktober 1844 dan memulai usaha pertokoan, sebagai
usahanya sendiri, secara berhasil. Peristiwa ini seringkali disebut sebagai
saat kelahiran ‘Gerakan Koperasi Modern’.
Oleh
karena para pelopor dari Rochdale itu tidak memiliki pendidikan dan pengalaman
yang cukup untuk mendirikan dan mengelola usaha-usaha perdagangan, maka
“kegiatan-kegiatan pertokoan itu merupakan sesuatu yang baru bagi mereka. Mereka
harus banyak memikirkan dan menyusun rencana secara terinci. Sesuai dengan itu
mereke merumuskan aturanaturannya sendiri, yang berlaku bagi usahapertokoan
itu. Aturan-aturan yang diterapkan itu, kemudian menjadi prinsip-prinsip
koperasi. Pada mulanya prinsip-prinsip itu hanya sematamata merupakan
aturan-aturan perusahaan yang dirancang dan dirumuskan merupakan aturan-aturan
perusahaan yang dirancang dan dirumuskan oleh para pekerja itu sendiri untuk menjalankan
usaha pertokoannya. Bagi para pelopor Rochdale, koperasi bukanlah sesuatu hal yang
semata-mata tumbuh dari keinginan dan perwujudan perasaan sentimental
kekanakkanakan. Ia merupakan suatu metode yang praktis dalam mengorganisasi dan
menjalankan sebuah took. Para pelopor dari Rochdale itu memperbincangkan
aturan-aturan itu secara mendalam dan mengetahui dampaknya. Ketika aturan-aturan
itu disyahkan dalam Rapat Rochdale Equitable Pioneer’s Co-operative Society,
para pelopor dari Rochdale itu berhasil memberikan demonstrasi pertama tentang
pengelolaan suatu perusahaan koperasi. Segera setelah para pekerja melihat
bahwa took itu berhasil dikelola dengan baik, jumlah anggotanya bertambah sangat
cepat dan hanya dalam beberapa tahun saja, ia tidak lagi merupakan gagasan
kosong atau sekedar percobaan saja, melainkan telah menjadi suatu usaha yang sungguh-sungguh
berhasil.
Eksperimen yang berhasil ini
kemudian diikuti oleh usaha-usaha sejenis lainnya. Di Inggris tumbuh banyak
took-toko baru. Gagasan para pelopor Rochdale ini tersebar kemana-mana menyebrang
keluar Inggris ke Eropa, Amerika dan ke berbagai penjuru dunia”(Dubhashi, 1970,
hal.8 dan seterusnya).
Aturan-aturan yang disusun oleh
para pelopor Rochdale, mula-mula, hanya sekedar petunjukpetunjuk tentang
bagaimana seharusnya suatu toko koperasi konsumen yang baik diorganisasi dan
dijalankan oleh para anggotanya sendiri, atas dasar keadaan-keadaan yang
terdapat di Inggris pada ketika itu, akhirnya menjadi Prinsip-prinsip Koperasi
Rochdale yang terkenal. Prinsip-prinsip tersebut adalah :
(1)
Keanggotaan yang bersifat terbuka;
(2)
Pengawasan secara demokratis (satu anggota, satu suara);
(3)
Bunga yang terbatas atas modal anggota;
(4)
Pengembalian sisi hasil usaha sesuai dengan jasanya pada koperasi (patronage refund);
(5)
Barang-barang hanya dijual dengan harga pasar yang berlaku dan hanya secara tunai;
(6)
Tidak ada perbedaan berdasarkan ras, suku bangsa, agama dan aliran politik;
(7)
Barang-barang yang dijual harus merupakan barang-barang yang asli, tidak rusak atau
palsu;
(8)
Pendidikan terhadap anggota secara berkesinambungan.
Prinsip-prinsip tersebut ini
ternyata menjadi petunjuk-petunjuk yang berguna bagi pembentukan koperasi-koperasi
para konsumen dari para anggota yang hidup dalam keadaan yang serupa dengan
keadaan para Pelopor dari Rochdale. Namun, prinsip-prinsip itu harus
disesuaikan, diubah, atau sebahagian tidak dapat diterapkan, misalnya, pada
situasi,dimana:
-Koperasi-koperasi
konsumsi/konsumen itu harus bertahan dalam persaingan pasar, yang terjadi dalam
kehidupan ekonomi negara-negara industri yang telah maju;
-Jenis/
tipe koperasi yang lain, misalnya, koperasi-koperasi kredit, harus diciptakan;
-Koperasi
didirikan dalam kondisi ekonomi dan sosial-budaya yang sangat berbeda dengan
keadaan di Inggris pada pertengahan abad ke-19.
Bagaimanapun juga, ketika
prinsip-prinsip itu dianggap sebagai ‘prinsip-prinsip koperasi’ yang berlaku
umum dan hendak diberlakukan pada semua koperasi di seluruh dunia, timbullah perdebatan-perdebatan
yang lama, mengenai hakekat dari prinsip-prinsip itu, mengenai penafsirannya
dan penyesuaiannya, yang seringkali pula tidak terlepas dari ideology tertentu.
Tidak dapat disangkal, bahwa, di
satu pihak, prinsip-prinsip itu, hanya berlaku pada struktur organisasi
koperasi tertentu saja, dan di lain pihak, hanya merupakan kaidah-kaidah,
nilai-nilai dan tujuan–tujuan yang hendak dilaksanakan, atau petunjuk-petunjuk
pragmatis bagi perumusan kebijakan usaha yang harus diterapkan dalam mengelola
took koperasi para konsumen secara berhasil. Di samping itu, terdapat satu
aspek lain, yaitu yang berkaitan dengan perumusan prinsip-prinsip koperasi
dalam definisi koperasi dan dalam rangka membedakan organisasi koperasi dari lembaga-lembaga
sosial ekonomi yang lain. Aspek ini akan dibahas pada butir 2.1.1.
-SCHULZE –
DELITZSCH dan -RAIFFEISEN
HERMANN
SCHULZE – DELITZSCH (1808-1883), pengacara dan anggota Parlemen, adalah orang
pertama di Jerman yang berhasil mengembangkan sebuah konsepsi bagi perintisan
dan pengembangan secara bertahap koperasi kredit perkotaan, demikian pula
koperasi-koperasi pengadaan sarana produksi di kalangan para pengrajin, yang kemudian
diterapkan di kalangan oleh para pedagang kecil dan kelompok-kelompok mata
pencaharian yang lain.
Konsepsi SCHULZE-DELITZSCH ini
semula berorientasi pada kebutuhan-kebutuhan khusus para pengrajin kecil, ynag
sulit bertahan dalam persaingan melawan perusahaan-perusahaan industri yang
semakin berkembang. Terutama, karena para pengrajin itu membutuhkan kredit
investasi bagi perusahaanperusahaannya yang masih kecil, sedang system
perbankan yang ada pada ketika itu masih belum mantap, dan usaha perkreditan
hampir seluruhnya berada di tangan para pelepas uang, yang kadang-kadang
menetapkan suku bunga pinjaman di atas 500% setahun. Karena itu, SCHULZE-DELITZSCH
mulai mendirikan koperasi-koperasi kredit perkotaan atas dasar solidaritas sesama
anggota, yang bersama-sama membentuk koperasi itu, dan memikul tanggungan
secara tidak terbatas terhadap kredit-kredit yang diperoleh mereka guna membiayai
pinjaman-pinjaman kecil jangka pendek yang diberikan kepada anggota perorangan.
`Koperasi-koperasi
kredit itu hanya merupakan satu bagian saja dari sistem organisasi swadaya
koperasi, yang diprakarsai oleh SCHULZE-DELITZSCH sebagai sarana yang tepat
dalam meningkatkan daya saing dan penghasilan/pendapatan para pengrajin. Selain
itu terdapat pula :
-Koperasi-koperasi
asuransi, yang secara khusus bertugas menanggung risiko karena sakit dan
kematian;
-Koperasi-koperasi
kredit, yang bertugas memenuhi kebutuhan kredit;
-Koperasi-koperasi
pengadaan bahan-baku dan sarana produksi, pemasaran hasil produksi, demikian
pula, penggunaan mesin-mesin (pertanian), untuk memperkuat posisi pasar dan membantu
mewujudkan keuntungan dari metoda produksi secara besar-besaran, dan juga
-Koperasi-koperasi
produksi, dimana orang-orang, yang tidak mampu bertahan sebagai pengusaha-pengusaha
perseorangan, dapat mempertahankan kedudukannya sebagai pemilik dan sekaligus
sebagai pekerja pada koperasi tersebut.
Mula-mula SCHULZE-DELITZSCH
memulai kegiatannya melalui bentuk organisasi yang berdasarkan karitas, sebelum
ia mendirikan koperasi-koperasi kredit yang pertama sector diluar pertanian,
sekitar tahun 1849/1850.
Ia yakin bahwa baik bantuan
kariatif, maupun-ditinjau dari situasi yang ada-bantuan negara tidak dapat
memberikan penyelesaian praktis atas masalah-maslah yang dihadapi oleh rakyat
itu.
Pada ketika itu,
instansi-instansi Pemerintah seringkali menghindari atau cenderung hendak
mengawasi secara langsung pembentukan dan kegiatan organisasi swadaya koperasi
yang dilaksanakan oleh kelompok-kelompok masyarakat yang masih lemah keadaan
sosialekonominya.
Pada mulanya usaha-usaha ini
seringkali dipandang sebagai sumber penyebab yang potensial ketidak-stabilan
politik ataupun bahkan sebagai sumber revolusi.
Namun, setelah melampaui suatu
tahap perkembangan dengan berhasil, akhirnya lembagalembaga koperasi yang
berorientasi kepada angggota ini berubah menjadi suatu gerakan yang memberikan
sumbnagan yang penting bagi perkembangan sosial-ekonomi para anggotanya, bagi
perekonomian nasional dan bahkan menjadi faktor stabilisasi bagi perkembangan
politik. Pada akhir abad yang lalu, Pemerintah Jerman mulai berusaha secara
giat menunjang perkembangan
organisasi-organisasi swadaya koperasi ini.
SCHULZE-DELITZSCH
– sebagai orang yang memiliki pandangan liberal dalam bidang ekonomi nasional
dan masyarakat – menekankan agar prinsip menolong diri sendiri, yang dilakukan
oleh para anggota, merupakan sendi-sendi dasar organisasi-organisasi koperasi.
Di
samping usaha-usahanya yang secara aktif ditujukan ke arah pengembangan
struktur organisasi koperasi primer dan lembaga-lembaga koperasi tingkat
sekunder (pusat koperasi dan federasi koperasi) SCHULZE-DELITZSCH juga
mempertahankan secara aktif kepentingankepentingan organisasi swadaya koperasi
dalam gelanggang politik, dan merancang suatu Undang-Undang Koperasi, yang
diundangkan pada tahun 1867 dan, setelah kematiannya, mengalami diundangkan
pada tahun 1889, perubahan mana sebagian besar atas dasr usulusul yang dibuat
semasa hidupnya.
Diantara semua jenis koperasi
yang dirintis dan ditunjang oleh SCHULZE-DELITZSCH, koperasi-koperasi kredit
perkotaan dan koperasi-koperasi pengadaan dikalangan para pengrajin dan para
pedagang yang sangat berkembang.
Terutama
konsepsinya mengenai koperasi kredit-yang berkembang menjadi Volksbank di
Republik Federasi Jerman – telah mempengaruhi rancangan dan pembentukan
organisasi koperasi perkotaan di berbagai Negara Eropa dan di Negara-negara
lain di dunia.
-RAIFFEISEN
Sejak FRIEDRICH WILHELM
RAIFFEISEN (1818-1888) berhenti dari dinas militer dan meninggalkan karir
kemiliterannya, ia menjadi Kepala Desa di suatu daerah di Jerman, dimana sebagian
besar penduduknya terdiri dari petani kecil, yang penghasilannya hanya cukup
untuk memenuhi kebutuhannya sendiri.
Seperti
SCHULZE-DELITZSCH, ia mulai menolong mereka melalui suatu organisasi yang bersifat
karitatif dalam situasi serba kekurangan, yang disebabkan karena panen yang
tidak berhasil; namun ia segera menyadari bahwa bantuan yang bersifat karitatif
tidak dapat menjadi dasar bagi penyelesaian jangka panjang atas masalah-masalah
yang dihadapi oleh para petani kecil.
Pengalaman-pengalaman,
seperti juga dialami oleh SCHULZE-DELITZSCH, memberikan keyakinan padanya bahwa
hanya usaha yang berdasarkan azas menolong diri sendiri secara koperatif dapat
memberikan suatu penyelesaian yang tuntas atas masalah-masalah para petani
kecil.
Karena
para petani ini terutama membutuhkan, kredit dan selama ini tergantung pada,
dan seringkali memiliki beban utang pada para pelepas uang dan para pedagang,
maka RAIFFEISEN memulai, pertama-tama, memprakarsai pembentukan
koperasi-koperasi kredit, yang – sebagaimana juga dianjurkan oleh
SCHULZE-DELITZSCH -berdasarkan solidaritas dan tanggungan tidak terbatas, yang
yang dipikul oleh para anggota perkumpulan koperasi itu, dan dituntun
berdasrkan prinsip menolong diri sendiri, mengurus/ mengelola sendiri dan
mengawasi sendiri.
Pada
tahun 1862/1863 RAIFFEISEN mengembangkan konsepsinya yang pertama mengenai
koperasi-koperasi kredit pertanian. Pokok-pokok pikiran dalam konsepsinya
adalah:
-Pembentukan
koperasi-koperasi kredit kecil, yang diorganisasi secara sederhana atas dasar
kelompok-kelompok anggota yang kecil jumlahnya dan saling membutuhkan, yang hidup
di satu atau beberapa desa, yang termasuk dalam suatu daerah administratif
gereja yang terkecil;
-Pelaksanaan
kegiatan pengelolaan koperasi-koperasi itu dilakukan oleh tenaga-tenaga kehormatan,
misalnya romo, guru, atau pegawai negeri, yang memiliki kepercayaan penuh dari
para anggotanya;
-Pembentukan
modal sendiri perusahaan koperasi itu, terutama, melalui pembentukan cadangan
yang ‘tidak dapat dibagi, yang dibentuk melaui sisa hasil usaha yang diperoleh dari
usaha perusahaan koperasi
–
selain modal ynag disetor atau jika diperbolehkan diangsur oleh anggota. (perusahaan-perusahaan
koperasi diharapkan dapat menghasilkan sisa hasil usaha/laba untuk membentuk
cadangan. Penanaman modal sendiri mengurangi risiko para anggota kelompok
koperasi, yang bertanggung –jawab atas pelunasan/kredit secara tidak terbatas yang
juga diterima oleh koperasi dari bukan anggota, agar sanggup membiayai pinjaman
yang harus diberikan kepada anggota-anggota perseorangan. Dalam hubungan ini
kiranya sangat menarik untuk diketahui bahwa dibandingkan dengan suku bunga
yang sangat tinggi, kadang-kadang lebih dari 500%, yang dibayarkan kepada pelepas-pelepas
uang, SCHULZE-DELITZSCH misalnya menganggap suku bunga sebesar 60% setahun
sebagai suku bunga yang dapat diterima).
-Kredit-kredit
hanya diberikan kepada anggota yang sebagian besar adalah petani-petani kecil.
Deposito dapat diterima juga dari bukan anggota. Konsepsi pertama dari koperasi
kredit ini, sebahagian, dikenal dengan nama ‘Koperasi kredit pedesaan tipe
RAIFFEISEN’. Mengingat keadaan pasar yang masih belum berkembang secara memuaskan
dan seringkali timbulnya struktur yang monopolistis, maka RAIFFEISEN segera menyadari
bahwa, selain pinjaman uang, para petani membutuhkan pula jasa-jasa pelayanan
di bidang pengadaan sarana produksi pertanian dan pemasaran hasil produksinya.
Oleh karena itu sejak awal tahun 1870 RAIFFEISEN telah mengembangkan pula
konsepsinya menjadi tipe koperasi serbausaha yang sederhana.
Perlu
disampaikan bahwa selain F.W. RAIFFEISEN, seorang pelopor koperasi lain yaitu
WILHELM HASS (1839-1913) memprakarsai pula koperasi pertanian di Jerman pada
belahan kedua abad yang lalu. Berbeda dengan RAIFFEISEN, ia memprakarsai
pembentukan suatu sistem keterpaduan (integrasi) antara koperasi-koperasi
kredit yang otonom dan koperasikoperasi pengadaan dan pemasaran yang juga
otonom; jadi ia mengikuti model pengembangan koperasi yang telah dirancang pula
oleh SCHULZE-DELITZSCH untuk koperasi-koperasi perkotaan. RAIFFEISEN dan HAAS
merupakan pelopor-pelopor koperasi yang berhasil untuk daerah pedesaan di
Jerman.
Jika
diperhatikan secara seksama pokok-pokok pikiran diatas ini maka secara umum
dapat disimpulkan bahwa koperasi-koperasi serba usaha yang dikembangkan oleh
RAIFFEISEN sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan khusus para petani kecil yang
hidup di daerah-daerah ‘rawan’, sedangkan koperasi-koperasi yang diprakarsai
oleh HAAS lebih diarahkan pada kepentingan dan keadaan dari para petani yang
secara relatif hidupnya lebih baik di daerahdaerah yang lebih berkembang.
Namun
demikian, RAIFFEISEN merupakan pelopor koperasi, yang gagasannya, konsepsinya
dan pengalamannya banyak mempengaruhi para pelopor koperasi lain dan
pengembangan koperasi pertanian/koperasi pedesaan di banyak negara.
-Pelopor-Pelopor Koperasi yang Lain
Sungguhpun
gerakan koperasi pertanian pada umumnya dimulai di Jerman, namun “usahausaha
serupa telah dilakukan pula pada waktu yang sama oleh LUIGI LUZATTI (1841-1927)
di Italia dan ABBE DE LEMMERAIS (1782-1854) di Perancis di bidang koperasi
kredit pertanian dan pada tahap kemudian oleh SIR HORACE PLUNKETT (1854-1932)
di Irlandia di bidang koperasi pengolahan susu.
Di
negara-negara Skandinavia dasar pengembangan koperasi pertanian yang
tersebar-luas telah diletakkan melalui gerakan pendidikan orang dewasa oleh
Uskup NICOLAI GRUNDTWIG (1783-1872). Sebagai akibat system pemilikan tanah di
Inggris ketika itu, maka usaha bersama secara koperatif di bidang pertanian
tidak pernah memainkan peranan yang menentukan. “ (Helm, 1968, hal.2).
Usaha-usaha bersama secara koperatif, di bidang perumahan juga telah dimulai,
mislanya, di Jerman oleh VICTOR AIME HUBER (1800-1869).
Pelopor-pelopor
koperasi itu, sebahagian besar, dipengaruhi oleh kesadaran kristiani atau oleh
aliran-aliran politik pada zamannya. “Misalnya, OWEN dan FOURIER pada dasarnya
adalah wakil-wakil dari paham Sosialisme Utopia; KING, BUCHEZ, LEMMERAIS dan
GIDE adalah pengikut-pengikut aliran Sosialisme Kristiani SAINT SIMON; dan
SCHULZE-DELITZSCH DAN HUBER adalah penganut paham Liberalisme JOHN STUART MILL”
(Helm, 1968, hal.2).
Gagasan-gagasan
mengenai organisasi koperasi modern menyebar ke seluruh Eropa dan ke
bagian-bagian dunia yang lain, misalnya, melalui para imigran yang merantau ke
Amerika Serikat konsepsi mengenai ‘credit unions’ dikembangkan oleh ALPHONSE
DESJARDINS (1854-1920) dan EDWARD A. FILENE (1860-1934); sebagian besar gagasan-gagasannya
dipengaruhi oleh tulisan-tulisan dan pengalaman-pengalaman SCHULZE-DELITZSCH, RAIFFEISEN,
LUZZATIN di Jerman dan Italia, Pemerintah Kolonial Inggris mengembangkan suatu
konsepsi kearah perintisan dan pembentukan koperasi di India. Konsepsi Inggris
Klasik’ (c.f. Munker, 1971, hal.3).
Usaha-usaha
yang dilakukan di India mempengaruhi pembentukan koperasi-koperasi modern di
sebahagian besar negara-negara di Asia dan, terutama, di daerah-daerah jajahan
Inggris di Afrika.
Di
banyakan negara berkembang, pemerintah banyak memprakarsai dan menunjang
pembentukan koperasi-koperasi modern. Juga di negara-negara berkembang terdapat
peloporpelopor koperasi. Di antara para pelopor koperasi itu adalah OMAR LOFTY
di Mesir dan MOHAMMAD HATTA di Indonesia (c.f. Klower, 1981, hal.35).
-Promotor-Promotor
Primer dan Sekunder Organisasi Swadaya Koperasi Modern
Struktur
dasar dari tipe organisasi sosial-ekonomi yang disebut ‘koperasi’ itu telah
cukup membuktikan keluwesannya, sehingga dapat diadaptasikan sesuai dengan
kepentingan dan situasi khusus para anggotanya, yang hidup di berbagai negara,
dan yang berusaha di berbagai sektor ekonomi, cabang usaha dan daerah dalam
berbagai tingkat perkembangan.
Para
pelopor koperasi (bandingkan Muller, 1976, hal.110) yang telah berhasil
memprakarsai organisasi koperasi dan mengembangkan ‘gerakan koperasi’, tidak
saja menyebar-luaskan gagasan koperasi. Mereka telah mengembangkan pula struktur-struktur
organisasi koperasi tertentu, yang diadaptasikan sesuai dengan kebutuhan dan
kepentingan tertentu pada situasi kelompok-kelompok orang, yang hidup dalam
lingkungan ekonomis dan sosial-budaya yang berbeda-beda. Sebahagian besar
pelopor itu telah menciptakan tipe-tipe koperasi baruseringkali melalui proses,
‘trials and errors’-dan memprakarsai serta membentuk sendiri organisasi-organisasi
koperasi yang berhasil. Jadi, mereka tidak saja berhasil mendirikan satu atau
beberapa koperasi-seperti yang pernah dilakukan oleh para pendahulu mereka.
Usaha-usaha
sebelumnya seringkali mengalami kegagalan, karena pemrakarsanya pergi
meninggalkan koperasi itu menyelesaikan masalah-masalahnya menurut prakarsanya
sendiri, seperti terjadi pada R. OWEN dengan eksperimennya yang terkenal dengan
nama “New Harmony”.
Di
samping itu, struktur-struktur organisasi koperasi yang diciptakan oleh para
pelopor itu cukup sederhana dan juga dapat diadaptasikan pada situasi sosial-ekonomis
yang sampai pada suatu tingkat perkembangan tertentu, memungkinkan orang lain,
yang tidak memiliki pengetahuan dan pengalaman seperti para pionir itu, dapat
mengikuti jejaknya dan menerapkan konsepsikonsepsi itu pada situasi serupa.
Karena
itu, koperasi-koperasi yang diciptakan oleh para pionir itu dapat merupakan
obyek peragaan yang dapat dilihat. Selain koperasi-koperasi yang diciptakan
oleh para pelopor itu dapat dilihat. Selain koperasi-koperasi ynag diciptakan
oleh para pelopor itu dapat menjadi contoh bagi orang lain, konsepsi-konsepsi
yang dikembangkannya, sebahagian besar, berkaitan dengan struktur-struktur
organisasi tertentu dan prinsip-prinsip koperasi yang operasional, serta
strategi dan tata cara tentang bagaimana memprakarsai dan mendirikan koperasi.
Demikian
pula, para pionir itu seringkali giat menunjang perkembangan ‘gerakan
koperasi’, misalnya, dengan membentuk lembaga-lembaga koperasi sekunder, dan
juga mewakili/mempertahankan kepentingan-kpentingan organisasi koperasi tingkat
primer dan sekunder.
Dalam
melaksanakan fungsi-fungsi inovatif, sebagai pemrakarsa organisasi koperasi dan
gerakan koperasi, para pionir itu bertindak sebagai pengusaha-pengusahakoperasi.
Karena itu, mereka dapat disebut sebgai ‘promotor-promotor koperasi pertama’.
Orang-orang lain, yang mengikuti jejaknya, dapat mengikuti konsepsi-konsepsi
yang telah berhasil itu dan menerapkannya
sesuai dengan kondisi-kondisi khusus ditempatnya masing-masing.
Mereka
bertindak sebagai ‘peniru-peniru’ (imitator), yang memprakarsai dan mendirikan
koperasikoperasi sesuai dengan konsepsi yang telah dikembangkan di berbagai
negara oleh para pionir koperasi. Oleh karena sebgai pengikut-pengikut para
pionir itu, mereka juga mendirikan koperasi-koperasi baru dan menerapkan
konsepsi-konsepsi itu sesuai dengan kondisi-kondisi khusus setempat, maka
mereka pun memiliki kemampuan inovatif, dan melakukan fungsi-fungsi kepemimpinan
yang diperlukan. Karena itu mereka seringkali disebut sebagai ‘promotorpromotor
koperasi kedua’ Bagaimanapun juga tidak boleh dilupakan, bahwa kemampuan kepemimpinan
para promoter pertama (primer) jauh lebih tinggi dari para promoter kedua (sekunder).
Konsepsi-konsepsi
baru mengenai struktur organisasi koperasi, yang diterapkan secara tepat sesuai
dengan kebutuhan, kepentingan dan kemungkinan usaha para anggota, yang hidup di
berbagai lingkungan ekonomi dan sosial-budaya, telah dikembangkan
sungguh-sungguh oleh para calon anggota sendiri (misalnya para pionir dari
Rochdale), dan oleh perorangan yang bertindak sebagai promtor-promotor pertama
(eksternal) atau oleh lembaga-lembaga swadaya.
Sepanjang
menyangkut pembentukan koperasi, sebagaimana pernah diterapkan di masa lampau,
pendekatan-pendekatan yang dilakukan adalah sebagai berikut (c.f. Brentano,v.,
1980, hal.176 dan 205 seq):
(1)
Di satu pihak, partisipasi dalam pembentukan organisasi swadaya koperasi dapat
berasal ‘dari atas dan luar’, yaitu dari orang-orang, yang sendiri tidak
berkepentingan terhadap pelayanan koperasi, tetapi memiliki motivasi dan mampu bertindak
sebagai perintis dan promoter. Pendekatan inilah yang dimaksudkan dengan
‘bantuan untuk menolong diri sendiri’, yang bagaimanapun juga tidak akan
berhasil, jika tidak disertai dengan tanggapan positif dari orang-orang yang
berkepentingan terhadap organisasi tersebut.
(2)
Di lain pihak, prakarsa untuk mendirikan dan membentuk koperasi dapat berasal
dari para anggota sendiri. Inilah pendekatan yang dinamakan dengan cara
‘menolong diri sendiri melalui organisasi sendiri’. ‘Gagasan mengenai organisasi
sendiri’ ini dapat juga diperkenalkan dan mampu bekerja-sama, yaitu:
(a)
‘dari atas dan dari luar’, atau
(b)
‘dari bawah dan dari dalam’ kelompok itu melalui ‘peniruan’(imitation) atau
melaui ‘penemuan’(invention). Kegiatan-kegiatan para promotor primer dan
sekunder itu dapat membantu menumbuhkan pengertian mengenai proses perintisan
dan penyebaran berbagai bentuk dan tipe koperasi modern dalam dan antar
berbagai negara.
-Tentang
Pertumbuhan dan Penyebarluasan Koperasi-Koperasi Modern
Perkembangan
secara bertahap dan penyebaran-luasan koperasi modern dan gerakan koperasi di
Eropa seringkali dikatakan sebagai suatu ‘proses perkembangan yang cepat’, yang
juga dipengaruhi oleh ideologi para pelakunya.
Namun,perlu
diingat bahwa baru pada akhir abad ke-19, yaitu satu sampai dua generasi
setelah perintian koperasi-koperasi pertama yang berhasil, barulah struktur
kelembagaan koperasi tingkat primer dan sekunder dibentuk di negara-negara
Eropa ketika itu. Selama itu berbagai kekecewaan dan kegagalan harus dialami
dan berbagai tindakan harus diambil untuk mengatasinya dan untuk memperbaiki
keadaan yang memungkinkan perkembangan koperasi di masa berikutnya.
Dalam
hubungan ini perlu dikemukakan mengenai pembentukan lembaga-lembaga usaha
koperasi tingkat sekunder dan federasi koperasi penyediaan pelayanan auditing
dan pemberian nasihat/bimbingan, pembuatan undang-undang koperasi dan juga
pemberian bantuan-bantuan Pemerintah.
Selama
abad ke-20, koperasi-koperasi ‘modern’ terus berkembang dengan baik di hampir
semua negara industri. Mereka juga diprakarsai dan didirikan di banyak
negara-negara berkembang. Karena itu, berbagai bentuk dan tipe organisasi
koperasi telah tumbuh dan berkembang di hampir seluruh negara di dunia.
Nama/Npm:
Dyah Ayu Lestari/22211290
Kelas/Tahun:
2EB09/2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar