PERUBAHAN PARADIGMA PERAN PEMERINTAH
DALAM PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UMKM *
Oleh: Wahyudi Kumorotomo
5.
INOVASI DAN BEST PRACTICE DALAM PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UMKM
Upaya
pemberdayaan koperasi dan UMKM hendaknya diarahkan untuk mendukung penciptaan
kesempatan kerja dan peningkatan ekspor. Arah kebijakan semacam ini tentunya harus
disertai dengan peningkatan kepastian berusaha dan kepastian hukum, pengembangan
sistem insentif untuk menumbuhkan wirausaha baru berbasis teknologi dan berorientasi
ekspor, serta peningkatan akses dan perluasan pasar ekspor bagi produk-produk
koperasi dan UMKM. Untuk itu, koperasi dan UMKM perlu terus didukung dengan
kemudahan dalam membentuk lembaga formal, misalnya dengan mempermudah izin
usaha, mengembangkan pola pelayanan satu atap di daerah, serta memangkas proses
dan biaya untuk mengurus perizinan.
Para
perumus dan pelaksana kebijakan perlu memahami bahwa koperasi dan UMKM merupakan
pelaku ekonomi yang mayoritas berada di sektor pertanian dengan wilayah usaha kebanyakan
di pedesaan. Di sinilah pentingnya kebijakan pemberdayaan koperasi dan UMKM yang
terkait dengan sektor pertanian di pedesaan. Koperasi dan UMKM di pedesaan
perlu diberi kesempatan berusaha seluas-luasnya dan dijamin kepastian usahanya
tanpa mengesampingkan kaidah efisiensi ekonomi.
Untuk
mewujudkan kebijakan di atas, para perumus kebijakan di tingkat puncak harus berani
membuat terobosan kebijakan dan inovasi baru sesuai dengan kondisi ekonomi dan tantangan
baru di dunia bisnis. Jika pemerintah berani membuat terobosan kebijakan yang menunjukkan
komitmen yang kuat terhadap koperasi dan UMKM, maka semua pejabat di lembaga
pemerintah akan semakin paham mengenai pentingnya perlindungan terhadap
pilarpilar ekonomi kerakyatan yang sesungguhnya. Sebagai contoh, pada
pertengahan tahun 2007 pemerintah telah membuat terobosan dengan melakukan
restrukturisasi utang atau haircut senilai Rp 17,9 triliun bagi sejumlah
1.470.692 UMKM di seluruh Indonesia. Bagi banyak UMKM yang telah terbelenggu
oleh catatan buruk kredit sejak tahun 1980-an, kebijakan ini tentu akan sangat membantu
bagi pengembangan usaha lebih lanjut, baik di bidang usaha yang sama atau
bidang usaha yang lain.
Restrukturisasi
utang tentunya tidak bisa dilakukan terus-menerus karena akan berdampak
counter-productive bagi para kreditor yang memang kurang baik reputasinya.
Tetapi ada tiga manfaat yang dapat dipetik dari restrukturisasi utang tersebut.
Bagi UMKM, mereka akan terlepas dari daftar hitam sebagai penunggak kredit
macet yang tidak kunjung bisa diselesaikan. Bagi perbankan, catatan kredit
macet atau NPL (non-performing loan) akan dapat dihapus dari neraca mereka.
Sedangkan bagi masyarakat secara keseluruhan, kebijakan tersebut akan dapat
menggerakkan sektor riil yang selama ini menjadi belenggu bagi partisipasi
koperasi dan UMKM dalam pengembangan ekonomi nasional.
Yang
tidak kalah pentingnya untuk dilanjutkan dalam lima tahun yang akan datang
ialah upaya untuk terus mengembangkan jejaring (business network) antara
koperasi dan UMKM dengan lembaga-lembaga keuangan seperti Asuransi Kredit
Indonesia (Askrindo) lembaga Sarana Penyedia Usaha (SPU), atau
asosiasi-asosiasi bisnis lainnya yang memiliki perhatian besar terhadap usaha
berskala kecil.
UU
No.20/2008 telah menggariskan pentingnya kemitraan antara koperasi dan UMKM dengan
menggunakan pola-pola yang kini semakin bervariasi. Skema kemitraan yang telah diidentifikasi
dalam produk perundangan ini adalah:
a)
Inti-plasma
b)
Sub-kontrak
c)
Waralaba (franchise)
d)
Perdagangan umum
e)
Distribusi dan keagenan
f)
Bentuk-bentuk kemitraan lain seperti: bagi-hasil, kerjasama operasional, usaha
patungan (joint venture) dan penyumberluaran (outsourcing).
Di
masa mendatang, pola-pola kemitraan tersebut tidak lagi hanya sekadar wacana
karena telah digariskan secara tegas di dalam undang-undang. Apabila dilaksanakan
secara konsisten, setiap lembaga di jajaran pemerintah pusat maupun pemerintah
daerah hendaknya bisa memfasilitasi upaya untuk membentuk kemitraan baik dengan
pola inti-plasma, sub-kontrak, waralaba, perdagangan umum, usaha patungan, atau
bentuk-bentuk kemitraan yang inovatif lainnya.
Selain
yang telah disebutkan di dalam undang-undang, sesungguhnya masih banyak inovasi
yang dapat dikembangkan untuk membantu koperasi dan UMKM. Misalnya, pembukaan Business
Development Centre (BDC) yang merupakan unit layanan pendukung bagi organisasi yang
mengembangkan koperasi dan credit union, pengembangan kewirausahaan melalui program
inkubator bisnis yang bermitra dengan lembaga pendidikan, atau pengembangan
usaha inti-plasma yang disertai dengan berbagai terobosan untuk mengaitkan
bisnis berskala besar dengan pelaku usaha koperasi dan UMKM. Apabila
pemberdayaan koperasi dan UMKM telah menjadi fokus kebijakan pemerintah yang
kuat, maka di dalam praktik akan muncul banyak inovasi yang dimotori bukan saja
oleh lembaga penyedia dana tetapi juga oleh para pengusaha besar yang tetap
akan dapat memperoleh margin keuntungan yang signifikan melalui kerjasama dengan
koperasi dan UMKM.
Daftar Pustaka
1.
Hikmat Herry, Strategi Pemberdayaan Masyarakat, Humaniora, Bandung 2004
2.
Joanna Leggerwood, Microfinance Handbook: An Institutional Perspective, The
World Bank, 1999
3.
Joseph Stiglitz, Globalization and Its Discontents, W. W. Norton & Company,
New York, 2003
4.
Loekman Soetrisno, Substansi Permasalahan Kemiskinan dan Kesenjangan, ICMI dan PSKK-UGM,
Jogjakarta, 1995
5.
Manaek Simamora, “Policy Approaches and Support Mechanisms to Develop, Nurture and
Promote Innovation in Indonesia”, National Workshop on Sub-National Innovation Systems
and Technology Capacity Building Policies to Enhance Competitiveness of SMEs,
Beijing, October 2006
6.
Michael P. Todaro, Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga, Erlangga, Jakarta, 2000
7.
Mohammad Khusaini, Ekonomi Publik, Desentralisasi Fiskal dan Pembangunan
Daerah, BPFE Unibraw, 2006
8.
Ni Putu Wiwin Setyari, Dinamika Pengembangan UMKM di Indonesia, 2007. Tersediadi:ejournal.unud.ac.id/abstrak/dinamika%20pengembangan%20umkm.pdf.
9.
Onny S. Prijono & Pranaka (eds.), Pemberdayaan: Konsep, Kebijakan dan
Implementasi, CSIS, Jakarta, 1996
10.
Revrisond Baswir, Agenda Ekonomi Kerakyatan, Pustaka Pelajar, Jogjakarta, 1997
11.
Ross H. McLeod & Andrew MacIntyre (eds.), Indonesia: Democracy and the
Promise of Good Governance, ISEAS, Singapore, 2007
12.
Simon O’Rafferty & Frank O’Connor, The Role of Public Sector Intervention
in Product Development Within SMEs: Managing the Sustainability Message.
Tersediadi:www.edcw.org/public/uploads/files/publications/GIN2006_public_sector_intervention.pdf.
13.
Sritua Arief, Pembangunanisme dan Ekonomi Indonesia: Pemberdayaan Rakyat dalam Arus
Globalisasi, Penerbit Zaman, Bandung, 1998
14.
Sutanto Hadinoto, Kiat Sukses Kredit Mikro, Elex Media Komputindo, Jakarta,
2004
15.
Tjahja Muhandri, ”Strategi Penciptaan Wirausaha Kecil dan Menengah yang
Tangguh”, Jurnal Pengkajian Koperasi dan UKM, Vol 1(1), 2006
16.
Thitapha Wattanapruttipaisan, “Four Proposals For Improved Financing of SMEs Development
in ASEAN, Asian Development Review, Vol.20, No.2, December 2003
17.
Undang-undang No.17 tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional
Tahun 2005-2025
*****
Nama/Npm:
Dyah Ayu Lestari
Kelas/Tahun:2EB09/2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar