UPAYA PENGEMBANGAN
AGRIBISNIS SAPI PERAH DAN PENINGKATAN PRODUKSI SUSU MELALUI PEMBERDAYAAN
KOPERASI SUSU
S. Rusdiana dan
Wahyuning K. Sejati
KENDALA DAN SOLUSI PENGEMBANGAN
AGRIBISNIS SAPI PERAH
Kendala yang dihadapi dalam
pengembangan agribisnis sapi perah diantaranya adalah ketidakberdayaan usahanya,
karena rendahnya pendapatan. Pendapatan yang mereka peroleh selama ini hanya
cukup dialokasikan untuk memenuhi kebutuhan keluarga, sehingga tidak mampu
untuk mengambangkan usaha agribisnis sapi perah. Penelitian yang dilakukan
Sugiarti et al. (1999),di Kabupaten
Bandung (Pengalengan , Lembang) dan Bogor (Cisarua) menunjukkan bahwa
pendapatan rata-rata agribisnis sapi perah sebesar Rp.633.903 perbulan dengan
rataan jumlah pemilikan induk sepanjang tahun tiga ekor. Sementara penelitian
yang dilakukan Kusnadi et al. (2004), di daerah Cirebon dengan
rataan pemeliharaan dua ekor sapi perah induk, pendapatan rata-rata mencapai
Rp.796.580,-/bulan. Rataan pendapatan yang lebih tinggi pada agribisnis sapi
perah di daerah Cirebon dibandingkan dengan di Kabupaten Bandung adalah
disebabkan harga penjualan susu peternak di Cirebon lebih tinggi dibandingkan
dengan di Kabupaten Bandung.
Pendapatan
usaha agribisnis sapi perah yang masih rendah tersebut akibat skala usaha dan
kemampuan berproduksi susu yang rendah, harga penjualan susu relatif murah dan
biaya produksi tinggi. Penanggulangan terhadap masalah tersebut perlu dilakukan
agar peternak bukan saja mampu memenuhi kebutuhan hidup keluarga tetapi juga
mampu mengembangkan agribisnis sapi perah mereka . langkah-langkah strategis
untuk mengatasi masalah adalah sebagai berikut.
1.
Peningkatan
Skala Usaha
Skala usaha
agribisnis sapi perah diartikan sebagai jumlah sapi perah induk yang dipelihara,
baik yang sedang laktasi (menyusui) maupun yang sedang tidak menyusui (yang dikenal
dengan istilah sapi kering kandang). Jumlah induk yang dipelihara dalam usaha
agribisnis sapi perah selama ini tergolong skala kecil, dengan skala pemilikan
3-5 ekor, dan kemampuan berproduksi 10-12 liter/ekor/hari (Ditjen
Peternakan,1996).
Lokakarya
kebijakan pengembangan industry peternakan modern yang diadakan pada tahun 2001
oleh Forum Komunikasi Peternakan Bogor, merekomondasikan bahwa peningkatan
skala usaha yang ideal untuk agribisnis sapi perah yaitu minimum 7 ekor induk
yang berproduksi susu sepanjang tahun.
Peran Pemerintah sangat diperlukan guna memberikan fasilitas kredit
murah. Perlu disadari semua pihak, bahwa penyediaan bahan pangan yang bernila
gizi tinggi seperti susu sangat diharapkan masyarakat. Hal ini dapat dicapai
dengan pengembangan agribisnis sapi perah yang berdampak terhadap peningkat
produksi susu nasional.
2.
Peningkatan
Kemampuan Produksi Susu Sapi Perah Induk
Peningkatan
skala usaha agribisnis sapi perah tidak akan memberikan dampak ekonomis tanpa
disertai peningkataniknya. kemampuan berproduksi sapi perah induk, yang umumnya
masih dibawah potensi genetiknya. Kemampuan berproduksi susu dari sapi perah
induk dapat dilakukan melalui ;
a.
Memberikan Pakan yang Cukup dan Berkualitas
Pakan merupakan salah satu faktor yang menentukan
kemampuan berproduksi sapi perah. Pakan sapi perah terdiri dari hijauan dan
konsentrat. Pada umumnya hijauan pakan diberikan dalam bentuk limbah petarnian
dan rumput lapangan yang kualitasnya rendah. Oleh karena itu, konsentrat yang
diberikan harus berkualitas tinggi agar tercapai kemampuan berproduksi susu
yang tinggi.
b.
Meningkatkan Frekuensi Pemberian Pakan
Sapi perah induk yang berkemampuan tinggi dalam
berproduksi susu, membutuhkan pasokan zat-zat yang relatif lebih banyak.
Apabila kualitas pakan rendah, maka jumlah pakan yang harus diberikan harus
lebih banyak. Agar jumlah yang relatif banyak
itu mampu dikonsumsi sapi perah, pemberian pakan harus lebih di
tingkatkan. Frekuensi pemberian konsentrat harus ditingkattkan minimal 3 kali
dalam sehari semalam. Sedangkan frekuensi pemberian hijauan harus dilakukan
sesering mungkun dan pemberiaannya dimulai pada sekitar 1,5-2 jam setalah
pemberian konsentrat.
c.
Meningkatkan Frekuensi Pemerahan
Pada umumnya frekuensi pemerahan dilakukan 2 kali
setiap hari. Namun demikian, pada sapi induk yang memiliki kemampuan tinggi
dalam memproduksi susu, frekuensi pemerahan dapat ditingkatkan menjadi 3 kali
atau lebih dalam sehari.
d.
Harga Jual Susu di Tingkat Peternakan
Penerimaan utama agribisnis sapi perah adalah dari
penjualan susu harian. Besar kecilnya penerimaan ini sangat ditentukan oleh
jumlah susu yang diproduksi dan harga penjualan susu tersebut. Jumlah susu yang
diproduksi ditentukan pula oleh jumlah sapi perah yang diproduksi. Makin banyak
jumlah sapi-sapi perah yang berproduksi dengan kemampuan tinggi, semakin banyak
susu yang dapay dijual atau dipasarkan, demikian pula penerimaan yang tinggi
akan dapat dicapai apabila harga yang ditawarkan tinggi pula. Harga yang tinggi
pada agribisnis sapi peras diartikan sebagai harga yang akan memberi keuntungan
pada agribisnis sapi perah. Harga jual susu didasarkan pada biaya produksi.
Pada agribisnis sapi perah biaya produksi terbesar adalah pada pakan
konsentrat.
e.
Menekan Biaya Produksi
Dalam agribisnis sapi perah, peternak tidak hanya
memelihara sapi induk laktasi dan kering kandang, tetapi juga sapi perah yang
belum berproduksi. Sapi perah non produktif ini terdiri dari pedet,dara muda
ataupun dara dewasa. Sapi perah non produktif dipelihara untuk menggantikan
sapi perah induk yang sudah tidak ekonomis lagi untuk dipelihara terus. Dalam
pengelolaan, biaya pemeliharaan sapi perah non produktif tersebut menjadi beban
dari sapi perah yang sedang berproduksi. Oleh karena itu makin banyak sapi
perah non produktif yag dipelihara akan sangat memberatkan sapi perah laktasi
yang berdampak terhadap perolehan keuntungan yang semakin kecil.
Nama/Npm: Dyah Ayu Lestari
Kelas/Npm: 2EB09/2012
makasih ya infonya, kunjungi blogku ya, biar bisa sharing-sharing, ag1992.blogspot.com
BalasHapus