Senin, 26 November 2012

Review 3: Kesimpulan



Koperasi Karyawan.
antara pola sub-kontrak dan aktualisasi ekonomi pekerja.
Sebuah studi bandin.

Oleh Irsyad Muchtar*

Kesimpulan

Seperti kita ulas di muka, kinerja kopkar tidak berbanding lurus dengan kinerja perusahaan induk. Tetapi maju mundur kopkar akan sangat tergantung pada komitmen pemberdayaan yang kuat dari perusahaan induk. Olehnya, dalam kerangka win-win solution adalah bijaksana jika kopkar dan perusahaan induk menggalang sinergi, sehingga tidak terjadi suasana kerja yang
penuh konflik.
Jika keberadaan kopkar diakui sebagai alat penyejahtera ekonomi karyawan, maka dampak ikutannya terlihat pada rendahnya tingkat konflik antara manajemen perusahaan dengan karyawan. Kopkar juga berfungsi sebagai klep pengaman bagi penyediaan kebutuhan dana jangka pendek maupun kebutuhan primer yang mendesak lainnya bagi karyawan level bawah.
Naasnya, tak banyak perusahaan memahami peran strategis kopkar, sehinga di banyak perusahaan, bahkan perusahaan besar sekalipun ada aktivitas kopkarnya tidak hidup.
Sebuah kopkar di perusahaan perbankan di ibu kota, hanya beroperasi saat tiba jam istirahat dan jam pulang pegawai kantor, setelah itu kembali di tutup karena seluruh karyawan (termasuk pengurus kopkar) harus kembali ke pekerjaan masing-masing. Masih dalam konteks pelecehan terhadap
kopkar, sebuah perusahaan BUMN malah menjadikan kopkar sebagai tempat pembuangan karyawan yang tidak berprestasi atau sudah uzur. BUMN yang berkantor Pusat di Bandung tersebut juga melarang pegawai dengan level manajer menjadi pengurus kopkar. Jumlah perusahaan yang mempelakukan kopkarnya sebagai mitra memang relatif minim, sehingga tidak sedikit kinerja kopkar yang bak hidup segan mati tak mau. Data dari Departemen Tenaga Kerja yang disampaikan pada lokakarya Koperasi Pekerja, misalnya bisa kita ambil sebagai pembanding.
Disebutkan, jumlah kopkar per Agustus 2003 mencapai 10.866 unit, sedangkan jumlah perusahaan terdaftar mencapai 170.000 ribu. Kisaran angka tersebut menyimpulkan perusahaan yang telah memiliki kopkar baru 6,39% saja.
Sementara data Kementerian Koperasi dan UKM per 2006 ini mendata jumlah kopkar selururuh Indonesia sebanyak 4.282. (sumber : Smecda). Jika data itu valid, maka telah terjadi penyusutan jumlah kopkar hampir 60% sejak tiga tahun terakhir ini.
Umumnya perusahaan masih menganggap kopkar tak lebih dari organisasi sosial biasa yang tidak perlu dibesarkan. Tugas sosial perusahaan dianggap selesai jika sudah berhasil mendirikan
kopkar. Soal apakah kopkar bisa untung atau mampu menyejahterakan karyawan tidak terlalu penting, tugas itu dianggap bukan pekerjaan kopkar tapi tanggungjawab perusahaan.
Perjalanan kopkar ke depan memang masih panjang untuk bisa memposisikan diri sebagai mitra usaha perusahaan induk. Upaya itu memerlukan advokasi dari berbagai pihak, terutama pemerintah. Itu pun kalau kita masih meyakini bahwa koperasi termasuk kopkar mampu menyelamatkan anak bangsa ini dari jerat kemiskinan yang massif.***

Nama/Npm: Dyah Ayu Lestari/22211290
Kelas/Tahun: 2EB09/2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar