Selasa, 27 November 2012

Review2 :Pelopor-Pelopor Koperasi dar Rochdale


PERINTISAN DAN PENGEMBANGAN
ORGANISASI-ORGANISASI KOPERASI ”MODERN”
(Di Cuplik dari Buku Organisasi Koperasi mengenai Organisasi Koperasi dan Kebijakan
Pengembangannya di Negara-Negara Berkembang)

Oleh : Prof. DR. Alfred Hanel
-Pelopor-Pelopor Koperasi dari Rochdale
Pelopor-pelopor koperasi dari R ochdale ini adalah 28 pekerja, yang hidup di kota Rochdale di Bagian Utara Inggris, yang belajar dari pengalamannya dimasa lampau – seringkali merupakan pengalaman pahit yang diperoleh dari upaya pengembangan koperasi yang dilakukan secara eksperimental. Setelah melalui diskusi yang lama, mereka mendirikan satu koperasi pada tanggal 24 Oktober 1844 dan memulai usaha pertokoan, sebagai usahanya sendiri, secara berhasil. Peristiwa ini seringkali disebut sebagai saat kelahiran ‘Gerakan Koperasi Modern’.
Oleh karena para pelopor dari Rochdale itu tidak memiliki pendidikan dan pengalaman yang cukup untuk mendirikan dan mengelola usaha-usaha perdagangan, maka “kegiatan-kegiatan pertokoan itu merupakan sesuatu yang baru bagi mereka. Mereka harus banyak memikirkan dan menyusun rencana secara terinci. Sesuai dengan itu mereke merumuskan aturanaturannya sendiri, yang berlaku bagi usahapertokoan itu. Aturan-aturan yang diterapkan itu, kemudian menjadi prinsip-prinsip koperasi. Pada mulanya prinsip-prinsip itu hanya sematamata merupakan aturan-aturan perusahaan yang dirancang dan dirumuskan merupakan aturan-aturan perusahaan yang dirancang dan dirumuskan oleh para pekerja itu sendiri untuk menjalankan usaha pertokoannya. Bagi para pelopor Rochdale, koperasi bukanlah sesuatu hal yang semata-mata tumbuh dari keinginan dan perwujudan perasaan sentimental kekanakkanakan. Ia merupakan suatu metode yang praktis dalam mengorganisasi dan menjalankan sebuah took. Para pelopor dari Rochdale itu memperbincangkan aturan-aturan itu secara mendalam dan mengetahui dampaknya. Ketika aturan-aturan itu disyahkan dalam Rapat Rochdale Equitable Pioneer’s Co-operative Society, para pelopor dari Rochdale itu berhasil memberikan demonstrasi pertama tentang pengelolaan suatu perusahaan koperasi. Segera setelah para pekerja melihat bahwa took itu berhasil dikelola dengan baik, jumlah anggotanya bertambah sangat cepat dan hanya dalam beberapa tahun saja, ia tidak lagi merupakan gagasan kosong atau sekedar percobaan saja, melainkan telah menjadi suatu usaha yang sungguh-sungguh berhasil.
Eksperimen yang berhasil ini kemudian diikuti oleh usaha-usaha sejenis lainnya. Di Inggris tumbuh banyak took-toko baru. Gagasan para pelopor Rochdale ini tersebar kemana-mana menyebrang keluar Inggris ke Eropa, Amerika dan ke berbagai penjuru dunia”(Dubhashi, 1970, hal.8 dan seterusnya).
Aturan-aturan yang disusun oleh para pelopor Rochdale, mula-mula, hanya sekedar petunjukpetunjuk tentang bagaimana seharusnya suatu toko koperasi konsumen yang baik diorganisasi dan dijalankan oleh para anggotanya sendiri, atas dasar keadaan-keadaan yang terdapat di Inggris pada ketika itu, akhirnya menjadi Prinsip-prinsip Koperasi Rochdale yang terkenal. Prinsip-prinsip tersebut adalah :
(1) Keanggotaan yang bersifat terbuka;
(2) Pengawasan secara demokratis (satu anggota, satu suara);
(3) Bunga yang terbatas atas modal anggota;
(4) Pengembalian sisi hasil usaha sesuai dengan jasanya pada koperasi (patronage refund);
(5) Barang-barang hanya dijual dengan harga pasar yang berlaku dan hanya secara tunai;
(6) Tidak ada perbedaan berdasarkan ras, suku bangsa, agama dan aliran politik;
(7) Barang-barang yang dijual harus merupakan barang-barang yang asli, tidak rusak atau palsu;
(8) Pendidikan terhadap anggota secara berkesinambungan.
Prinsip-prinsip tersebut ini ternyata menjadi petunjuk-petunjuk yang berguna bagi pembentukan koperasi-koperasi para konsumen dari para anggota yang hidup dalam keadaan yang serupa dengan keadaan para Pelopor dari Rochdale. Namun, prinsip-prinsip itu harus disesuaikan, diubah, atau sebahagian tidak dapat diterapkan, misalnya, pada situasi,dimana:
-Koperasi-koperasi konsumsi/konsumen itu harus bertahan dalam persaingan pasar, yang terjadi dalam kehidupan ekonomi negara-negara industri yang telah maju;
-Jenis/ tipe koperasi yang lain, misalnya, koperasi-koperasi kredit, harus diciptakan;
-Koperasi didirikan dalam kondisi ekonomi dan sosial-budaya yang sangat berbeda dengan keadaan di Inggris pada pertengahan abad ke-19.
Bagaimanapun juga, ketika prinsip-prinsip itu dianggap sebagai ‘prinsip-prinsip koperasi’ yang berlaku umum dan hendak diberlakukan pada semua koperasi di seluruh dunia, timbullah perdebatan-perdebatan yang lama, mengenai hakekat dari prinsip-prinsip itu, mengenai penafsirannya dan penyesuaiannya, yang seringkali pula tidak terlepas dari ideology tertentu.
Tidak dapat disangkal, bahwa, di satu pihak, prinsip-prinsip itu, hanya berlaku pada struktur organisasi koperasi tertentu saja, dan di lain pihak, hanya merupakan kaidah-kaidah, nilai-nilai dan tujuan–tujuan yang hendak dilaksanakan, atau petunjuk-petunjuk pragmatis bagi perumusan kebijakan usaha yang harus diterapkan dalam mengelola took koperasi para konsumen secara berhasil. Di samping itu, terdapat satu aspek lain, yaitu yang berkaitan dengan perumusan prinsip-prinsip koperasi dalam definisi koperasi dan dalam rangka membedakan organisasi koperasi dari lembaga-lembaga sosial ekonomi yang lain. Aspek ini akan dibahas pada butir 2.1.1.
-SCHULZE – DELITZSCH dan -RAIFFEISEN
HERMANN SCHULZE – DELITZSCH (1808-1883), pengacara dan anggota Parlemen, adalah orang pertama di Jerman yang berhasil mengembangkan sebuah konsepsi bagi perintisan dan pengembangan secara bertahap koperasi kredit perkotaan, demikian pula koperasi-koperasi pengadaan sarana produksi di kalangan para pengrajin, yang kemudian diterapkan di kalangan oleh para pedagang kecil dan kelompok-kelompok mata pencaharian yang lain.
Konsepsi SCHULZE-DELITZSCH ini semula berorientasi pada kebutuhan-kebutuhan khusus para pengrajin kecil, ynag sulit bertahan dalam persaingan melawan perusahaan-perusahaan industri yang semakin berkembang. Terutama, karena para pengrajin itu membutuhkan kredit investasi bagi perusahaanperusahaannya yang masih kecil, sedang system perbankan yang ada pada ketika itu masih belum mantap, dan usaha perkreditan hampir seluruhnya berada di tangan para pelepas uang, yang kadang-kadang menetapkan suku bunga pinjaman di atas 500% setahun. Karena itu, SCHULZE-DELITZSCH mulai mendirikan koperasi-koperasi kredit perkotaan atas dasar solidaritas sesama anggota, yang bersama-sama membentuk koperasi itu, dan memikul tanggungan secara tidak terbatas terhadap kredit-kredit yang diperoleh mereka guna membiayai pinjaman-pinjaman kecil jangka pendek yang diberikan kepada anggota perorangan.
`Koperasi-koperasi kredit itu hanya merupakan satu bagian saja dari sistem organisasi swadaya koperasi, yang diprakarsai oleh SCHULZE-DELITZSCH sebagai sarana yang tepat dalam meningkatkan daya saing dan penghasilan/pendapatan para pengrajin. Selain itu terdapat pula :
-Koperasi-koperasi asuransi, yang secara khusus bertugas menanggung risiko karena sakit dan kematian;
-Koperasi-koperasi kredit, yang bertugas memenuhi kebutuhan kredit;
-Koperasi-koperasi pengadaan bahan-baku dan sarana produksi, pemasaran hasil produksi, demikian pula, penggunaan mesin-mesin (pertanian), untuk memperkuat posisi pasar dan membantu mewujudkan keuntungan dari metoda produksi secara besar-besaran, dan juga
-Koperasi-koperasi produksi, dimana orang-orang, yang tidak mampu bertahan sebagai pengusaha-pengusaha perseorangan, dapat mempertahankan kedudukannya sebagai pemilik dan sekaligus sebagai pekerja pada koperasi tersebut.
Mula-mula SCHULZE-DELITZSCH memulai kegiatannya melalui bentuk organisasi yang berdasarkan karitas, sebelum ia mendirikan koperasi-koperasi kredit yang pertama sector diluar pertanian, sekitar tahun 1849/1850.
Ia yakin bahwa baik bantuan kariatif, maupun-ditinjau dari situasi yang ada-bantuan negara tidak dapat memberikan penyelesaian praktis atas masalah-maslah yang dihadapi oleh rakyat itu.
Pada ketika itu, instansi-instansi Pemerintah seringkali menghindari atau cenderung hendak mengawasi secara langsung pembentukan dan kegiatan organisasi swadaya koperasi yang dilaksanakan oleh kelompok-kelompok masyarakat yang masih lemah keadaan sosialekonominya.
Pada mulanya usaha-usaha ini seringkali dipandang sebagai sumber penyebab yang potensial ketidak-stabilan politik ataupun bahkan sebagai sumber revolusi.
Namun, setelah melampaui suatu tahap perkembangan dengan berhasil, akhirnya lembagalembaga koperasi yang berorientasi kepada angggota ini berubah menjadi suatu gerakan yang memberikan sumbnagan yang penting bagi perkembangan sosial-ekonomi para anggotanya, bagi perekonomian nasional dan bahkan menjadi faktor stabilisasi bagi perkembangan politik. Pada akhir abad yang lalu, Pemerintah Jerman mulai berusaha secara giat menunjang  perkembangan organisasi-organisasi swadaya koperasi ini.
SCHULZE-DELITZSCH – sebagai orang yang memiliki pandangan liberal dalam bidang ekonomi nasional dan masyarakat – menekankan agar prinsip menolong diri sendiri, yang dilakukan oleh para anggota, merupakan sendi-sendi dasar organisasi-organisasi koperasi.
Di samping usaha-usahanya yang secara aktif ditujukan ke arah pengembangan struktur organisasi koperasi primer dan lembaga-lembaga koperasi tingkat sekunder (pusat koperasi dan federasi koperasi) SCHULZE-DELITZSCH juga mempertahankan secara aktif kepentingankepentingan organisasi swadaya koperasi dalam gelanggang politik, dan merancang suatu Undang-Undang Koperasi, yang diundangkan pada tahun 1867 dan, setelah kematiannya, mengalami diundangkan pada tahun 1889, perubahan mana sebagian besar atas dasr usulusul yang dibuat semasa hidupnya.
Diantara semua jenis koperasi yang dirintis dan ditunjang oleh SCHULZE-DELITZSCH, koperasi-koperasi kredit perkotaan dan koperasi-koperasi pengadaan dikalangan para pengrajin dan para pedagang yang sangat berkembang.
Terutama konsepsinya mengenai koperasi kredit-yang berkembang menjadi Volksbank di Republik Federasi Jerman – telah mempengaruhi rancangan dan pembentukan organisasi koperasi perkotaan di berbagai Negara Eropa dan di Negara-negara lain di dunia.

-RAIFFEISEN
Sejak FRIEDRICH WILHELM RAIFFEISEN (1818-1888) berhenti dari dinas militer dan meninggalkan karir kemiliterannya, ia menjadi Kepala Desa di suatu daerah di Jerman, dimana sebagian besar penduduknya terdiri dari petani kecil, yang penghasilannya hanya cukup untuk memenuhi kebutuhannya sendiri.
Seperti SCHULZE-DELITZSCH, ia mulai menolong mereka melalui suatu organisasi yang bersifat karitatif dalam situasi serba kekurangan, yang disebabkan karena panen yang tidak berhasil; namun ia segera menyadari bahwa bantuan yang bersifat karitatif tidak dapat menjadi dasar bagi penyelesaian jangka panjang atas masalah-masalah yang dihadapi oleh para petani kecil.
Pengalaman-pengalaman, seperti juga dialami oleh SCHULZE-DELITZSCH, memberikan keyakinan padanya bahwa hanya usaha yang berdasarkan azas menolong diri sendiri secara koperatif dapat memberikan suatu penyelesaian yang tuntas atas masalah-masalah para petani kecil.
Karena para petani ini terutama membutuhkan, kredit dan selama ini tergantung pada, dan seringkali memiliki beban utang pada para pelepas uang dan para pedagang, maka RAIFFEISEN memulai, pertama-tama, memprakarsai pembentukan koperasi-koperasi kredit, yang – sebagaimana juga dianjurkan oleh SCHULZE-DELITZSCH -berdasarkan solidaritas dan tanggungan tidak terbatas, yang yang dipikul oleh para anggota perkumpulan koperasi itu, dan dituntun berdasrkan prinsip menolong diri sendiri, mengurus/ mengelola sendiri dan mengawasi sendiri.
Pada tahun 1862/1863 RAIFFEISEN mengembangkan konsepsinya yang pertama mengenai koperasi-koperasi kredit pertanian. Pokok-pokok pikiran dalam konsepsinya adalah:
-Pembentukan koperasi-koperasi kredit kecil, yang diorganisasi secara sederhana atas dasar kelompok-kelompok anggota yang kecil jumlahnya dan saling membutuhkan, yang hidup di satu atau beberapa desa, yang termasuk dalam suatu daerah administratif gereja yang terkecil;
-Pelaksanaan kegiatan pengelolaan koperasi-koperasi itu dilakukan oleh tenaga-tenaga kehormatan, misalnya romo, guru, atau pegawai negeri, yang memiliki kepercayaan penuh dari para anggotanya;
-Pembentukan modal sendiri perusahaan koperasi itu, terutama, melalui pembentukan cadangan yang ‘tidak dapat dibagi, yang dibentuk melaui sisa hasil usaha yang diperoleh dari usaha perusahaan koperasi
– selain modal ynag disetor atau jika diperbolehkan diangsur oleh anggota. (perusahaan-perusahaan koperasi diharapkan dapat menghasilkan sisa hasil usaha/laba untuk membentuk cadangan. Penanaman modal sendiri mengurangi risiko para anggota kelompok koperasi, yang bertanggung –jawab atas pelunasan/kredit secara tidak terbatas yang juga diterima oleh koperasi dari bukan anggota, agar sanggup membiayai pinjaman yang harus diberikan kepada anggota-anggota perseorangan. Dalam hubungan ini kiranya sangat menarik untuk diketahui bahwa dibandingkan dengan suku bunga yang sangat tinggi, kadang-kadang lebih dari 500%, yang dibayarkan kepada pelepas-pelepas uang, SCHULZE-DELITZSCH misalnya menganggap suku bunga sebesar 60% setahun sebagai suku bunga yang dapat diterima).
-Kredit-kredit hanya diberikan kepada anggota yang sebagian besar adalah petani-petani kecil. Deposito dapat diterima juga dari bukan anggota. Konsepsi pertama dari koperasi kredit ini, sebahagian, dikenal dengan nama ‘Koperasi kredit pedesaan tipe RAIFFEISEN’. Mengingat keadaan pasar yang masih belum berkembang secara memuaskan dan seringkali timbulnya struktur yang monopolistis, maka RAIFFEISEN segera menyadari bahwa, selain pinjaman uang, para petani membutuhkan pula jasa-jasa pelayanan di bidang pengadaan sarana produksi pertanian dan pemasaran hasil produksinya. Oleh karena itu sejak awal tahun 1870 RAIFFEISEN telah mengembangkan pula konsepsinya menjadi tipe koperasi serbausaha yang sederhana.
Perlu disampaikan bahwa selain F.W. RAIFFEISEN, seorang pelopor koperasi lain yaitu WILHELM HASS (1839-1913) memprakarsai pula koperasi pertanian di Jerman pada belahan kedua abad yang lalu. Berbeda dengan RAIFFEISEN, ia memprakarsai pembentukan suatu sistem keterpaduan (integrasi) antara koperasi-koperasi kredit yang otonom dan koperasikoperasi pengadaan dan pemasaran yang juga otonom; jadi ia mengikuti model pengembangan koperasi yang telah dirancang pula oleh SCHULZE-DELITZSCH untuk koperasi-koperasi perkotaan. RAIFFEISEN dan HAAS merupakan pelopor-pelopor koperasi yang berhasil untuk daerah pedesaan di Jerman.
Jika diperhatikan secara seksama pokok-pokok pikiran diatas ini maka secara umum dapat disimpulkan bahwa koperasi-koperasi serba usaha yang dikembangkan oleh RAIFFEISEN sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan khusus para petani kecil yang hidup di daerah-daerah ‘rawan’, sedangkan koperasi-koperasi yang diprakarsai oleh HAAS lebih diarahkan pada kepentingan dan keadaan dari para petani yang secara relatif hidupnya lebih baik di daerahdaerah yang lebih berkembang.
Namun demikian, RAIFFEISEN merupakan pelopor koperasi, yang gagasannya, konsepsinya dan pengalamannya banyak mempengaruhi para pelopor koperasi lain dan pengembangan koperasi pertanian/koperasi pedesaan di banyak negara.
-Pelopor-Pelopor Koperasi yang Lain
Sungguhpun gerakan koperasi pertanian pada umumnya dimulai di Jerman, namun “usahausaha serupa telah dilakukan pula pada waktu yang sama oleh LUIGI LUZATTI (1841-1927) di Italia dan ABBE DE LEMMERAIS (1782-1854) di Perancis di bidang koperasi kredit pertanian dan pada tahap kemudian oleh SIR HORACE PLUNKETT (1854-1932) di Irlandia di bidang koperasi pengolahan susu.
Di negara-negara Skandinavia dasar pengembangan koperasi pertanian yang tersebar-luas telah diletakkan melalui gerakan pendidikan orang dewasa oleh Uskup NICOLAI GRUNDTWIG (1783-1872). Sebagai akibat system pemilikan tanah di Inggris ketika itu, maka usaha bersama secara koperatif di bidang pertanian tidak pernah memainkan peranan yang menentukan. “ (Helm, 1968, hal.2). Usaha-usaha bersama secara koperatif, di bidang perumahan juga telah dimulai, mislanya, di Jerman oleh VICTOR AIME HUBER (1800-1869).
Pelopor-pelopor koperasi itu, sebahagian besar, dipengaruhi oleh kesadaran kristiani atau oleh aliran-aliran politik pada zamannya. “Misalnya, OWEN dan FOURIER pada dasarnya adalah wakil-wakil dari paham Sosialisme Utopia; KING, BUCHEZ, LEMMERAIS dan GIDE adalah pengikut-pengikut aliran Sosialisme Kristiani SAINT SIMON; dan SCHULZE-DELITZSCH DAN HUBER adalah penganut paham Liberalisme JOHN STUART MILL” (Helm, 1968, hal.2).
Gagasan-gagasan mengenai organisasi koperasi modern menyebar ke seluruh Eropa dan ke bagian-bagian dunia yang lain, misalnya, melalui para imigran yang merantau ke Amerika Serikat konsepsi mengenai ‘credit unions’ dikembangkan oleh ALPHONSE DESJARDINS (1854-1920) dan EDWARD A. FILENE (1860-1934); sebagian besar gagasan-gagasannya dipengaruhi oleh tulisan-tulisan dan pengalaman-pengalaman SCHULZE-DELITZSCH, RAIFFEISEN, LUZZATIN di Jerman dan Italia, Pemerintah Kolonial Inggris mengembangkan suatu konsepsi kearah perintisan dan pembentukan koperasi di India. Konsepsi Inggris Klasik’ (c.f. Munker, 1971, hal.3).
Usaha-usaha yang dilakukan di India mempengaruhi pembentukan koperasi-koperasi modern di sebahagian besar negara-negara di Asia dan, terutama, di daerah-daerah jajahan Inggris di Afrika.
Di banyakan negara berkembang, pemerintah banyak memprakarsai dan menunjang pembentukan koperasi-koperasi modern. Juga di negara-negara berkembang terdapat peloporpelopor koperasi. Di antara para pelopor koperasi itu adalah OMAR LOFTY di Mesir dan MOHAMMAD HATTA di Indonesia (c.f. Klower, 1981, hal.35).
-Promotor-Promotor Primer dan Sekunder Organisasi Swadaya Koperasi Modern
Struktur dasar dari tipe organisasi sosial-ekonomi yang disebut ‘koperasi’ itu telah cukup membuktikan keluwesannya, sehingga dapat diadaptasikan sesuai dengan kepentingan dan situasi khusus para anggotanya, yang hidup di berbagai negara, dan yang berusaha di berbagai sektor ekonomi, cabang usaha dan daerah dalam berbagai tingkat perkembangan.
Para pelopor koperasi (bandingkan Muller, 1976, hal.110) yang telah berhasil memprakarsai organisasi koperasi dan mengembangkan ‘gerakan koperasi’, tidak saja menyebar-luaskan gagasan koperasi. Mereka telah mengembangkan pula struktur-struktur organisasi koperasi tertentu, yang diadaptasikan sesuai dengan kebutuhan dan kepentingan tertentu pada situasi kelompok-kelompok orang, yang hidup dalam lingkungan ekonomis dan sosial-budaya yang berbeda-beda. Sebahagian besar pelopor itu telah menciptakan tipe-tipe koperasi baruseringkali melalui proses, ‘trials and errors’-dan memprakarsai serta membentuk sendiri organisasi-organisasi koperasi yang berhasil. Jadi, mereka tidak saja berhasil mendirikan satu atau beberapa koperasi-seperti yang pernah dilakukan oleh para pendahulu mereka.
Usaha-usaha sebelumnya seringkali mengalami kegagalan, karena pemrakarsanya pergi meninggalkan koperasi itu menyelesaikan masalah-masalahnya menurut prakarsanya sendiri, seperti terjadi pada R. OWEN dengan eksperimennya yang terkenal dengan nama “New Harmony”.
Di samping itu, struktur-struktur organisasi koperasi yang diciptakan oleh para pelopor itu cukup sederhana dan juga dapat diadaptasikan pada situasi sosial-ekonomis yang sampai pada suatu tingkat perkembangan tertentu, memungkinkan orang lain, yang tidak memiliki pengetahuan dan pengalaman seperti para pionir itu, dapat mengikuti jejaknya dan menerapkan konsepsikonsepsi itu pada situasi serupa.
Karena itu, koperasi-koperasi yang diciptakan oleh para pionir itu dapat merupakan obyek peragaan yang dapat dilihat. Selain koperasi-koperasi yang diciptakan oleh para pelopor itu dapat dilihat. Selain koperasi-koperasi ynag diciptakan oleh para pelopor itu dapat menjadi contoh bagi orang lain, konsepsi-konsepsi yang dikembangkannya, sebahagian besar, berkaitan dengan struktur-struktur organisasi tertentu dan prinsip-prinsip koperasi yang operasional, serta strategi dan tata cara tentang bagaimana memprakarsai dan mendirikan koperasi.
Demikian pula, para pionir itu seringkali giat menunjang perkembangan ‘gerakan koperasi’, misalnya, dengan membentuk lembaga-lembaga koperasi sekunder, dan juga mewakili/mempertahankan kepentingan-kpentingan organisasi koperasi tingkat primer dan sekunder.
Dalam melaksanakan fungsi-fungsi inovatif, sebagai pemrakarsa organisasi koperasi dan gerakan koperasi, para pionir itu bertindak sebagai pengusaha-pengusahakoperasi. Karena itu, mereka dapat disebut sebgai ‘promotor-promotor koperasi pertama’. Orang-orang lain, yang mengikuti jejaknya, dapat mengikuti konsepsi-konsepsi yang telah berhasil itu dan  menerapkannya sesuai dengan kondisi-kondisi khusus ditempatnya masing-masing.
Mereka bertindak sebagai ‘peniru-peniru’ (imitator), yang memprakarsai dan mendirikan koperasikoperasi sesuai dengan konsepsi yang telah dikembangkan di berbagai negara oleh para pionir koperasi. Oleh karena sebgai pengikut-pengikut para pionir itu, mereka juga mendirikan koperasi-koperasi baru dan menerapkan konsepsi-konsepsi itu sesuai dengan kondisi-kondisi khusus setempat, maka mereka pun memiliki kemampuan inovatif, dan melakukan fungsi-fungsi kepemimpinan yang diperlukan. Karena itu mereka seringkali disebut sebagai ‘promotorpromotor koperasi kedua’ Bagaimanapun juga tidak boleh dilupakan, bahwa kemampuan kepemimpinan para promoter pertama (primer) jauh lebih tinggi dari para promoter kedua (sekunder).
Konsepsi-konsepsi baru mengenai struktur organisasi koperasi, yang diterapkan secara tepat sesuai dengan kebutuhan, kepentingan dan kemungkinan usaha para anggota, yang hidup di berbagai lingkungan ekonomi dan sosial-budaya, telah dikembangkan sungguh-sungguh oleh para calon anggota sendiri (misalnya para pionir dari Rochdale), dan oleh perorangan yang bertindak sebagai promtor-promotor pertama (eksternal) atau oleh lembaga-lembaga swadaya.
Sepanjang menyangkut pembentukan koperasi, sebagaimana pernah diterapkan di masa lampau, pendekatan-pendekatan yang dilakukan adalah sebagai berikut (c.f. Brentano,v., 1980, hal.176 dan 205 seq):
(1) Di satu pihak, partisipasi dalam pembentukan organisasi swadaya koperasi dapat berasal ‘dari atas dan luar’, yaitu dari orang-orang, yang sendiri tidak berkepentingan terhadap pelayanan koperasi, tetapi memiliki motivasi dan mampu bertindak sebagai perintis dan promoter. Pendekatan inilah yang dimaksudkan dengan ‘bantuan untuk menolong diri sendiri’, yang bagaimanapun juga tidak akan berhasil, jika tidak disertai dengan tanggapan positif dari orang-orang yang berkepentingan terhadap organisasi tersebut.
(2) Di lain pihak, prakarsa untuk mendirikan dan membentuk koperasi dapat berasal dari para anggota sendiri. Inilah pendekatan yang dinamakan dengan cara ‘menolong diri sendiri melalui organisasi sendiri’. ‘Gagasan mengenai organisasi sendiri’ ini dapat juga diperkenalkan dan mampu bekerja-sama, yaitu:
(a) ‘dari atas dan dari luar’, atau
(b) ‘dari bawah dan dari dalam’ kelompok itu melalui ‘peniruan’(imitation) atau melaui ‘penemuan’(invention). Kegiatan-kegiatan para promotor primer dan sekunder itu dapat membantu menumbuhkan pengertian mengenai proses perintisan dan penyebaran berbagai bentuk dan tipe koperasi modern dalam dan antar berbagai negara.
-Tentang Pertumbuhan dan Penyebarluasan Koperasi-Koperasi Modern
Perkembangan secara bertahap dan penyebaran-luasan koperasi modern dan gerakan koperasi di Eropa seringkali dikatakan sebagai suatu ‘proses perkembangan yang cepat’, yang juga dipengaruhi oleh ideologi para pelakunya.
Namun,perlu diingat bahwa baru pada akhir abad ke-19, yaitu satu sampai dua generasi setelah perintian koperasi-koperasi pertama yang berhasil, barulah struktur kelembagaan koperasi tingkat primer dan sekunder dibentuk di negara-negara Eropa ketika itu. Selama itu berbagai kekecewaan dan kegagalan harus dialami dan berbagai tindakan harus diambil untuk mengatasinya dan untuk memperbaiki keadaan yang memungkinkan perkembangan koperasi di masa berikutnya.
Dalam hubungan ini perlu dikemukakan mengenai pembentukan lembaga-lembaga usaha koperasi tingkat sekunder dan federasi koperasi penyediaan pelayanan auditing dan pemberian nasihat/bimbingan, pembuatan undang-undang koperasi dan juga pemberian bantuan-bantuan Pemerintah.
Selama abad ke-20, koperasi-koperasi ‘modern’ terus berkembang dengan baik di hampir semua negara industri. Mereka juga diprakarsai dan didirikan di banyak negara-negara berkembang. Karena itu, berbagai bentuk dan tipe organisasi koperasi telah tumbuh dan berkembang di hampir seluruh negara di dunia.
Nama/Npm: Dyah Ayu Lestari/22211290
Kelas/Tahun: 2EB09/2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar